Connect with us

Metro

Ibadah Jumat Agung Gereja se – Jadetabek Bertema ” Anggur Manis Doa Untuk Rajaku, Doa Untuk Bangsa” di PRJ JI-EXPO Kemayoran

Published

on

JAKARTA, –  Gereja se – Jadetabek mengadakan ibadah yang diselenggarakan pada pukul 13.00 WIB dan doa  bersama dengan tema ” Anggur Manis Untuk Rajaku, Doa Untuk Bangsa” yang diselenggarakan di JI-EXPO Kemayoran kelurahan Pademangan Timur, kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat, Jumat (29/3/2024).

 

Ibadah Jumat Agung untuk semua Gereja se – Jadetabek bertujuan merayakan karya penebusan Tuhan Yesus Kristus di Kayu Salib yang dihadiri semua jemaat Kristiani di seluruh gereja – gereja yang ada di Jadetabek.

 

Dalam khotbahnya, Pendeta Se- Jadetabek ini menuturkan Kematian dan  kebangkitan Yesus Kristus untuk menebus dosa umat manusia, karena Allah/ Tuhan kita yang hidup.

 

Memintalah kepadaku Allah kita Allah yang hidup:

 

“Kita percaya dan  tidak berharap hanya kepada mujizat kesembuhan yang Dia lakukan. Apalagi kepada makanan, roti untuk 5.000 orang saja. Kita berharap pada Yesus karena Dia telah menang atas maut. Dia telah mengalahkan kuasa maut. Kematian-Nya adalah kematian yang mematikan kuasa maut, dan kebangkitan-Nya membuktikan hal itu. Sekarang setelah derita salib telah dilalui-Nya, maka Dia tiba kepada kemuliaan kemenangan-Nya.

 

Kemenangan yang diperoleh karena Dia rela taat dan merendahkan diri, bahkan sampai mati di kayu salib (Flp. 2:8-9). Kebangkitan Kristus mengalahkan pemberontakan manusia, karena Dia telah mengambil akibat pemberontakan itu dan menggantinya dengan ketaatan sampai mati.

 

Kebangkitan Kristus mengalahkan kejahatan manusia karena kejahatan itu telah dipikulnya sampai Dia mati, dan kebangkitan-Nya menyatakan bahwa kejahatan tidak lagi berkuasa. Kebangkitan Kristus mengalahkan murka Allah karena kematian-Nya adalah karena memikul murka Allah, dan kebangkitan-Nya menyatakan bahwa murka Allah telah dipuaskan. Kebangkitan Kristus mengalahkan maut karena kematian-Nya tidak menelan Dia, sebaliknya kematian-Nya telah menelan kuasa maut, dan kebangkitan-Nya membuktikan itu. Jika ketakutan akan dosa, penghakiman Allah, murka Allah, dan maut semua telah ditelan oleh kematian Kristus dan dinyatakan kekalahannya oleh kebangkitan Kristus, apakah yang masih sangat membebani hidup kita? Bangkitlah, hai Saudaraku sekalian! Bukankah kecemaran, murka Allah, dan maut, semua telah dimatikan oleh Yesus? Apakah yang masih menghalangi kita untuk hidup dengan kekudusan, kasih, dan semangat yang menyala-nyala bagi Allah kita? Di manakah kuasa kemenangan dan kebangkitan Yesus di dalam hidup kita?

 

Kiranya berita kebangkitan Yesus menggerakkan kita selamanya untuk hidup di dalam kemenangan,” demikian isi Khotbah Pendeta Se-Jadetabek di JI-EXPO Kemayoran Jakarta Pusat.

 

Ribuan jemaat SE Jadetabek hadir dalam Perayaan Ibadah Agung Gereja se – Jadetabek  di PRJ JI-EXPO Kemayoran, dengan antusiasme mereka merayakan kemenangan atas  karya penebusan Tuhan Yesus Kristus di Hari Jumat Agung 29 Maret 2024.

 

( Team/ Red.)

Continue Reading

Metro

Syofyan El Comandante Ketua Umum DPP SAKTI : Peran SBMI konsisten Lakukan Pendokumentasian Advokasi dan Pendampingan Terhadap Buruh Migran Indonesia

Published

on

By

Jakarta, 18 Desember 2025 – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia (DPP SAKTI), Syofyan El Comandante, menegaskan bahwa awak kapal transportasi Indonesia, khususnya yang bekerja sebagai buruh migran, masih menjadi kelompok pekerja yang paling rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia, eksploitasi kerja, hingga praktik perdagangan orang lintas negara.

Pernyataan tersebut disampaikan Syofyan El Comandante saat menjadi narasumber dalam acara Catatan Akhir Tahun (CATAHU) 2025 Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) yang digelar di Jakarta, Kamis (18/12/2025).

“Awak kapal migran Indonesia bekerja dalam sistem global yang sangat eksploitatif. Mereka menghasilkan keuntungan besar, tetapi hak-haknya justru diabaikan. Ini persoalan serius yang harus menjadi perhatian negara,” tegas Syofyan El Comandante.

Ia menjelaskan bahwa temuan-temuan yang dipaparkan dalam CATAHU 2025 SBMI menunjukkan pola pelanggaran yang terus berulang dari tahun ke tahun. Lemahnya pengawasan terhadap agen perekrutan dan perusahaan pelayaran, menurutnya, menjadi pintu masuk terjadinya praktik kerja paksa dan perdagangan orang.

Syofyan menekankan pentingnya reformasi tata kelola penempatan awak kapal, termasuk transparansi kontrak kerja, standar perlindungan keselamatan, serta akses keadilan bagi awak kapal yang menjadi korban pelanggaran.

“Negara tidak boleh kalah oleh kepentingan bisnis. Perlindungan buruh migran, termasuk awak kapal, adalah mandat konstitusi dan bagian dari penghormatan terhadap hak asasi manusia,” ujarnya.

Tanpa ketegasan Presiden dan keberanian pemerintah merombak sistem yang bermasalah, buruh migran akan terus menjadi korban. Negara tidak boleh absen,” pungkas Sofyan.

Lebih jauh, Syofyan mengapresiasi peran SBMI yang secara konsisten melakukan pendokumentasian, advokasi, dan pendampingan terhadap buruh migran Indonesia. Catatan Akhir Tahun SBMI dinilainya sebagai dokumen penting untuk membuka realitas gelap yang selama ini tersembunyi di balik industri migrasi tenaga kerja.

Acara CATAHU 2025 SBMI menjadi momentum refleksi atas situasi buruh migran Indonesia sepanjang tahun 2025, di tengah tekanan krisis ekonomi global, perubahan iklim, dan menguatnya jaringan bisnis internasional yang kerap mengorbankan pekerja migran.

Continue Reading

Metro

Hengki Ketua IMCAA : Perlunya Kehadiran Negara Yang Nyata dan Substansial Dalam Perlindungan Pekerja Migran

Published

on

By

Jakarta — Peluncuran Catatan Tahunan (Catahu) SBMI 2025 bertajuk “Jejak Gelap Migrasi di Rezim Ekonomi: Jaringan Bisnis Perdagangan Orang dan Runtuhnya Hak Asasi di Era Krisis Iklim” menjadi ruang refleksi penting atas kompleksitas persoalan migrasi tenaga kerja Indonesia.

Dalam forum tersebut, Hengki, Ketua Indonesian Manning & Crewing Agencies Association (IMCAA), hadir sebagai narasumber dan menegaskan perlunya kehadiran negara yang nyata dan substansial dalam perlindungan pekerja migran.

Menurut Hengki, berbagai tanggapan dari para penanggap dalam diskusi menunjukkan benang merah yang sama, yakni harapan agar pemerintah tidak hanya hadir secara simbolik. “Kehadiran negara itu tidak boleh berhenti pada seremoni atau sebatas regulasi tertulis. Implementasi di lapangan harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat,” tegasnya.

Ia menyoroti akar persoalan migrasi yang kerap diabaikan, yaitu kegagalan negara dalam menciptakan lapangan kerja yang layak di dalam negeri. “Banyak warga berangkat ke luar negeri bukan karena pilihan bebas, tetapi karena keterpaksaan ekonomi. Lapangan kerja yang ada sering kali tidak relevan dengan kebutuhan hidup masyarakat,” ujar Hengki.

Menurutnya, migrasi seharusnya menjadi sebuah pilihan sadar, bukan jalan terpaksa. Untuk itu, negara wajib hadir sejak hulu hingga hilir, mulai dari penyediaan lapangan kerja di dalam negeri, proses penempatan ke luar negeri, hingga perlindungan menyeluruh sesuai amanat undang-undang.

Dalam kesempatan tersebut, Hengki juga menekankan pentingnya perlindungan bagi pelaku penempatan, khususnya perusahaan awak kapal. Ia menilai perlindungan terhadap industri penempatan merupakan bagian tak terpisahkan dari perlindungan pekerja migran itu sendiri. “Pemerintah harus memiliki political will yang kuat dalam membangun hubungan dengan negara-negara penempatan. Jika industrinya sehat dan terlindungi, maka dampak positifnya akan langsung dirasakan oleh pekerja migran,” jelasnya.

Peluncuran Catahu SBMI 2025 ini diharapkan menjadi pengingat bahwa persoalan migrasi tidak bisa diselesaikan secara parsial. Diperlukan kehadiran negara yang konsisten, berkeadilan, dan berpihak pada perlindungan hak asasi manusia, terutama di tengah tantangan ekonomi global dan krisis iklim yang semakin kompleks.

Continue Reading

Metro

Filius Yandono Sekretaris Jenderal ASPATAKI : Pentingnya Evaluasi Pelaksanaan Penempatan Pekerja Migran Sebagai Upaya Konkret Mencegah Praktik Perdagangan Orang (TPPO)

Published

on

By

Jakarta — Sekretaris Jenderal ASPATAKI (Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia), Filius Yandono, menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan penempatan pekerja migran sebagai upaya konkret mencegah praktik perdagangan orang (TPPO). Hal tersebut disampaikannya saat menjadi narasumber dalam Peluncuran Catatan Tahunan (CATAHU) SBMI 2025 bertajuk “Jejak Gelap Migrasi di Rezim Ekonomi: Jaringan Bisnis Perdagangan Orang dan Runtuhnya Hak Asasi di Era Krisis Iklim”.

Menurut Filius, perusahaan penempatan memiliki tanggung jawab strategis dalam membantu masyarakat mendapatkan pekerjaan yang layak dan aman di luar negeri. Momentum peluncuran CATAHU SBMI 2025 dinilainya penting sebagai ruang refleksi sekaligus evaluasi bagi pelaksana penempatan (P3).

“Kami dari pelaksana penempatan memiliki tugas utama membantu mencarikan dan menempatkan pekerja. Melalui kegiatan ini, kami mendapatkan banyak catatan penting yang akan menjadi bahan evaluasi untuk memperbaiki kinerja dan tata kelola penempatan ke depan,” ujar Filius.

Ia menjelaskan, keterbatasan lapangan kerja layak di dalam negeri mendorong sebagian masyarakat Indonesia memilih bekerja ke luar negeri. Namun, di tengah kondisi tersebut, tidak sedikit yang justru terjebak dalam penipuan dan menjadi korban TPPO akibat proses nonprosedural.

“Dengan memperbaiki diri dari sisi pelaksana penempatan baik dari kinerja, tata kelola, hingga mekanisme job screening kami berharap dapat membantu warga negara Indonesia agar tidak terjebak dalam praktik penipuan dan perdagangan orang,” tegasnya.

Filius juga mengungkapkan bahwa secara nasional, P3 telah memberikan kontribusi signifikan dalam penempatan pekerja migran Indonesia, yakni mencapai 80,4 persen. Meski demikian, ia mengakui masih banyak masyarakat yang belum memahami peran dan keberadaan P3 secara utuh.

Kami sudah memiliki pengalaman cukup panjang dan berkontribusi besar. Ke depan, setelah pembenahan internal dan sosialisasi diperkuat, kami juga ingin memberikan masukan kepada pemerintah, khususnya agar proses keimigrasian menjadi lebih cepat, murah, dan aman,” tambahnya.

Ia berharap stigma bahwa proses bekerja ke luar negeri secara prosedural itu rumit, mahal, dan berbelit-belit dapat dipatahkan. Dengan sistem yang lebih efisien dan transparan, masyarakat akan terdorong memilih jalur resmi yang memberikan perlindungan hukum dan kepastian kerja.

“Harapan kami, semakin banyak calon pekerja migran yang memilih jalur prosedural, sehingga perlindungan terhadap hak-hak mereka dapat benar-benar terwujud,” pungkas Filius.

Continue Reading

Trending