Metro
KONFERENSI PERS PARTAI BURUH
Published
2 years agoon
By
admin
INDONESIA-Examination of ILO Convention No. 98 Intervensi oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)
Ketua yang Terhormat dan anggota Komite; terima kasih atas kesempatan ini. Saya berbicara atas nama pekerja Indonesia.
Pembahasan kasus ini oleh Komite adalah tepat waktu dan krusial.
Tidak ada keraguan, seperti yang diungkapkan dalam laporan Komite Ahli, implementasi Konvensi 98 di Indonesia memang sangat bermasalah. Undang- undang Cipta Kerja, yang dikenal sebagai “Omnibus Law”, beserta peraturan pelaksananya jelas merusak hak-hak buruh, menghilangkan banyak perlindungan, dan menciptakan hambatan signifikan dalam menjalankan hak-hak dasar ILO, terutama hak-hak yang dilindungi dalam Konvensi 98.
Sebelum saya lebih mendalam mengenai isu utama terkait implementasi Konvensi ini, saya akan memberi informasi kepada sidang mengenai hal-hal yang terkait dengan Undang- Undang Cipta Kerja ini. Pada tanggal 2 November 2020, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menandatangani Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang dikenal sebagai Omnibus Law.
Dikatakan bahwa Undang-undang ini diumumkan untuk mendukung “ekosistem investasi yang ramah guna menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Undang-undang ini mengubah 79 undang-undang, menggantikan berbagai undang-undang yang ada terkait dengan ketenagakerjaan, investasi, imigrasi, standar lingkungan, izin usaha, dan izin bangunan.
Serikat pekerja, organisasi hak asasi manusia dan adat, kelompok lingkungan, organisasi mahasiswa telah menentang Undang- undang Cipta Kerja karena dampak negatifnya terhadap promosi dan perlindungan hak-hak buruh serta kebebasan berserikat dan hak serikat pekerja untuk perundingan kolektif. Klaster ketenagakerjaan dalam Undang-undang Cipta Kerja secara signifikan merendahkan promosi dan perlindungan hak-hak buruh.
Ketua,Dalam pengembangan undang-undang ini, pemerintah Indonesia gagal melakukan konsultasi yang memadai dengan serikat pekerja. Tidak ada konsultasi yang cukup dengan para pemangku kepentingan. Hanya pada bulan April 2020, pemerintah mengundang serikat pekerja dalam forum konsultasi tripartit, tetapi serikat pekerja merasa tindakan ini hanya bertujuan untuk menambah legitimasi daripada melakukan dialog yang tulus dengan itikad baik.
Serikat pekerja di Indonesia bersatu suara menentang dan mengambil tindakan massal di seluruh negara yang melibatkan jutaan pekerja untuk mencabut undang- undang Omnibus ini, termasuk mengajukan beberapa uji materi di Mahkamah Konstitusi. Sebagai hasilnya, pada tanggal 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) tidak konstitusional dan memerintahkan pemerintah untuk memperbaiki undang-undang tersebut dalam waktu dua tahun.
Alih-alih menjalankan keputusan Mahkamah Konstitusi untuk memperbaiki mekanisme partisipasi publik, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada tanggal 30 Desember 2022 sebagai jalan pintas untuk menerapkan penegakan Undang-Undang Omnibus ini.
Seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, ketentuan- ketentuan dalam Perppu yang mengatur masalah ketenagakerjaan secara keseluruhan menurunkan perlindungan, hak-hak dasar pekerja, dan kesejahteraan pekerja, terutama dalam pengaturan upah minimum, perpanjangan kontrak kerja jangka pendek, regulasi fleksibel mengenai outsourcing, lembur yang lebih lama. dan pengurangan pembayaran pesangon, dan lain sebagainya.
Pemerintah mengklaim Perppu Nomor 2 Tahun 2022 dikeluarkan dengan alasan keadaan darurat yang disebabkan oleh dampak ekonomi dari Perang Rusia/Ukraina. Penerapan peraturan ini merupakan kegagalan untuk melakukan konsultasi yang tepat dengan mitra sosial mengenai kebijakan tenaga kerja yang penting. Serikat pekerja dan organisasi masyarakat sipil menentang dengan melakukan mogok nasional karena tidak ada alasan darurat semacam itu.
Pada tanggal 20 Maret 2023, Direktur Jenderal ILO melalui Direktur Departemen Standar Kerja Internasional mengirimkan surat kepada Pemerintah Indonesia untuk menyampaikan kekhawatiran yang diajukan oleh tiga serikat pekerja terbesar (KSPI, KSBSI, dan KSPSI) agar tidak mengesahkan regulasi darurat ini menjadi undang-undang. Namun, seperti yang dikhawatirkan, regulasi ini disahkan dan menjadi Undang-Undang No. 6/2023 pada tanggal 21 Maret 2023 dengan dukungan dari ketujuh partai dalam koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sementara itu, dua partai oposisi menolak pengesahan tersebut.
Protes terhadap berlakunya Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja terus berlanjut, dan serikat pekerja, organisasi hak asasi manusia, dan masyarakat sipil juga telah mengajukan sejumlah uji materi ke Mahkamah Konstitusi untuk mencabut undang-undang ini.
Ketua, Di tengah kekhawatiran dan protes ini, Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 telah disahkan oleh parlemen Indonesia pada tanggal 31 Maret 2023. Dengan berlakunya undang-undang baru ini, undang-undang sebelumnya yaitu Undang- Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja secara resmi tidak berlaku lagi. Terdapat keambiguan dalam hal ini. Di satu sisi, undang-undang baru sudah diundangkan dan berlaku, namun saat ini terdapat setidaknya 49 peraturan pelaksana yang masih berlaku berasal dari Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 yang dianulir.
Namun demikian, pemeriksaan terhadap Konvensi No. 98 dalam Komite ini sangat tepat dan relevan karena undang-undang tersebut jelas merusak prinsip-prinsip Konvensi No. 98.
Untuk memfasilitasi implementasi Undang-Undang Cipta Kerja, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan pelaksana, antara lain: (1) Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang pekerjaan berjangka waktu tertentu, outsourcing, jam kerja, dan pemutusan hubungan kerja; (2) Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang upah; dan (3) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2023 tentang penyesuaian waktu kerja dan upah di perusahaan-perusahaan industri padat karya yang berorientasi ekspor dan terdampak perubahan ekonomi global.
Intervensi saya akan difokuskan pada bagaimana peraturan pelaksana yang krusial ini telah merusak dan membatasi cakupan Konvensi ILO No. 98 sebagaimana yang disampaikan dalam laporan komite ahli.
Pertama, Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang pekerjaan berjangka waktu tertentu, outsourcing, jam kerja, dan pemutusan hubungan kerja telah melemahkan kekuatan serikat pekerja untuk melakukan negosiasi secara kolektif.
Kontrak kerja waktu tertentu. Berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja, semua pembatasan mengenai durasi awal, perpanjangan, dan pembaruan kontrak telah dihapus. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tidak membatasi jumlah pembaruan selama total masa kerja, termasuk pembaruan, tidak melebihi lima tahun.
Hal ini memberikan fleksibilitas bagi pengusaha, karena tidak ada lagi pembatasan pada masa awal, perpanjangan, dan pembaruan kontrak, kecuali total durasi kontrak berjangka waktu tertentu tidak melebihi lima tahun. Dan secara otomatis, karena perusahaan cenderung memberikan kontrak dengan durasi yang lebih pendek, situasi ini akan melemahkan kekuatan kolektif serikat pekerja.
Relaksasi kontrak kerja berjangka pendek juga telah melemahkan promosi kesetaraan gender di tempat kerja. Data aktual menunjukkan bahwa kontrak kerja berjangka pendek dapat mengarah pada praktik kekerasan dan pelecehan berbasis gender di tempat kerja. Sebagai contoh, baru-baru ini beredar di media ketika seorang pekerja perempuan mengungkap praktik “staycation” di Bekasi, Jawa Barat. Staycation merupakan praktik di mana pekerja perempuan diminta untuk menginap dengan atasan sebagai persyaratan untuk memperpanjang kontrak kerja berjangka pendek.
Outsourcing. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 memiliki persyaratan yang luas mengenai outsourcing dan memberlakukan batasan yang ketat terhadap penggunaan pekerja outsourcing. Namun, Undang-Undang Cipta Kerja memperbolehkan outsourcing baik untuk aktivitas inti maupun non-inti. Akibatnya, perusahaan dapat dengan mudah mengabaikan keberadaan serikat pekerja yang dipekerjakan secara langsung untuk melakukan fungsi inti dengan hanya merekrut pekerja baru melalui agen tenaga kerja.
Pekerja yang dipekerjakan melalui agen tidak dapat membentuk atau bergabung dengan serikat pekerja di perusahaan pengguna, tetapi hanya dapat membentuk serikat pekerja dengan pekerja lain dari agen tenaga kerja yang sama. Hal ini tanpa diragukan lagi akan menyebabkan tempat kerja yang semakin terfragmentasi. Diferensiasi semacam itu pada akhirnya akan melemahkan hak negosiasi kolektif para pekerja. Setiap negosiasi juga hanya akan dilakukan dengan agen tenaga kerja, bukan dengan perusahaan pengguna.
Jam kerja dan lembur. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021, jumlah maksimum jam lembur yang diizinkan telah dinaikkan dari tiga menjadi empat jam per hari dan dari 14 menjadi 18 jam per minggu. Ketentuan ini lebih lunak dibandingkan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. Perpanjangan jam lembur yang berlaku tersebut mengakibatkan pekerja terpapar risiko kesehatan dan keselamatan serta penyalahgunaan pengaturan waktu kerja dengan konsekuensi sosial dan budaya lainnya. Kami khawatir bahwa sebelum menginisiasi proposal-proposal ini, pemerintah tidak melakukan penilaian dampak untuk membenarkan atau menunjukkan implikasi dari perpanjangan tersebut. Pasal ini harus diamendemen agar membatasi kerja lembur dan memberikan perlindungan yang diperlukan terhadap pengaturan waktu kerja guna melindungi pekerja dari penyalahgunaan waktu kerja.
Pemutusan hubungan kerja. Undang-Undang Cipta Kerja menghilangkan
perlindungan penting terkait pemutusan hubungan kerja. Undang-Undang Cipta Kerja tidak lagi secara tegas mengharuskan pekerja untuk memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian sengketa hubungan industrial sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja. Relaksasi proses pemutusan hubungan kerja ini membuat pekerja kontrak berjangka lebih enggan untuk bergabung dengan serikat pekerja dan berjuang untuk mempertahankan hak-hak dan kepentingan mereka, sehingga berdampak pada melemahkan fungsi dan peran serikat pekerja.
Pembayaran pesangon. Dalam Undang-Undang Cipta Kerja, komponen pembayaran pesangon dan pencairan hak telah dikurangi.
Kedua, Undang-Undang Cipta Kerja membatasi hak serikat pekerja dalam negosiasi kolektif dan menyebabkan kerusakan yang signifikan pada sistem pengupahan yang ada.
Negosiasi tripartit dan bipartit telah menjadi kunci dalam proses dialog sosial di Indonesia, mencapai hasil yang cukup baik dalam beberapa tahun terakhir. Namun, ‘Undang-Undang Omnibus’ telah menyebabkan kerusakan yang signifikan pada hak serikat pekerja dalam negosiasi kolektif. Undang-Undang Omnibus secara signifikan mengurangi peran negosiasi dewan upah tripartit dalam menentukan upah minimum di tingkat nasional dan provinsi/kabupaten. Undang- Undang Omnibus juga memberikan batasan bagi serikat pekerja untuk mewakili anggotanya dalam proses negosiasi kolektif di tingkat perusahaan.
Pembatasan hak negosiasi kolektif ini terlihat jelas melalui diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang upah. Berdasarkan Undang- Undang Ketenagakerjaan No. 13/2003, upah minimum ditentukan berdasarkan tiga komponen, yaitu keranjang barang (terdiri dari 60 harga komoditas),
produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, Undang-Undang Omnibus memperkenalkan rumus baru di mana upah minimum hanya ditetapkan berdasarkan data yang disediakan oleh Badan Pusat Statistik, termasuk daya beli, pertumbuhan ekonomi, dan upah median.
Faktanya, melalui sistem ini, serikat pekerja tidak lagi memiliki ruang untuk bernegosiasi tentang harga komoditas sebagai salah satu elemen penting dalam menentukan upah minimum. Olah karena itu, perubahan ini memengaruhi kapasitas serikat pekerja untuk secara efektif bernegosiasi tentang upah.
Undang-Undang Cipta Kerja juga telah menghapus upah sektoral.
Selain itu, Undang-Undang juga membebaskan usaha mikro dan kecil dari kewajiban membayar upah minimum. Aturan pembebasan upah ini merupakan pelanggaran nyata terhadap hak universal atas upah, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan upah yang adil dan layak tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun.
Ketiga, pelanggaran terhadap hak-hak serikat pekerja dalam implementasi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2023.
Pada Maret 2023, sebagai bagian dari peraturan pelaksana Undang-Undang No. 6/2023, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2023 telah diberlakukan. Peraturan ini berkaitan dengan penyesuaian waktu kerja dan upah dalam 5 sektor manufaktur yang berorientasi ekspor (yaitu tekstil, garmen, alas kaki, mainan, dan mebel). Pasal 8 peraturan ini menyatakan bahwa perusahaan di sektor-sektor tersebut dapat menyesuaikan dan mengurangi jam kerja dan upah pekerja hingga 75%.
Meskipun pemotongan upah harus dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja (individu). serikat pekerja sangat khawatir bahwa peraturan ini meniadakan keberadaan perwakilan serikat pekerja di tingkat perusahaan dan dengan demikian melanggar proses negosiasi kolektif. Peraturan ini jelas melanggar fakta bahwa upah adalah isu penting bagi pekerja dan pemotongannya tidak boleh diputuskan tanpa informasi transparan yang disajikan dalam dialog yang setara sebelum mencapai konsensus yang didasarkan pada kepercayaan saling menguntungkan.
Peraturan ini jelas mengabaikan kewajiban pengusaha untuk memberikan data yang memadai kepada serikat pekerja mengenai penyebab pemotongan upah. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sejumlah perusahaan di sektor-sektor tersebut telah memutuskan tindakan pemotongan upah dan jam kerja tanpa adanya dialog sebelumnya dengan serikat pekerja yang ada. Ketika pekerja diminta untuk menandatangani persetujuan terhadap pemotongan upah, tanpa kesempatan untuk berkonsultasi dengan perwakilan serikat pekerja, mereka tentu tidak akan dapat menantang pengusaha dan cenderung mematuhi apa yang diinginkan oleh pengusaha.
Ketua, Seperti yang diungkapkan dalam laporan, kami mendukung pandangan Komite Ahli bahwa Pemerintah harus mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UUPPHI) atau Undang-Undang No. 2 tahun 2004 untuk memastikan bahwa prinsip negosiasi kolektif yang bebas dan sukarela sepenuhnya dihormati dalam layanan publik yang melibatkan pegawai negeri yang terlibat dalam administrasi negara.
Penjelasan di atas dengan jelas menggambarkan bagaimana Undang-Undang Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya melanggar prinsip-prinsip dasar yang diatur dalam Konvensi No. 98. Oleh karena itu, melalui komite ini, kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera mengambil langkah-langkah berikut:
1. Mengubah Undang-Undang Cipta Kerja beserta peraturan pelaksanaannya, dengan berkonsultasi dengan mitra sosial, untuk memastikan kepatuhan terhadap Konvensi tersebut;
2. Menangguhkan operasional regulasi, terutama Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2023;
3. Memastikan bahwa pegawai negeri dapat melakukan negosiasi kolektif sesuai dengan ketentuan Konvensi No. 98.
Dalam keadaan seperti ini, kami meminta bantuan dari ILO untuk memastikan amendemen yang diusulkan sesuai dengan Konvensi No. 98 melalui Misi Kontak Langsung.
Anggota Pemerintah, USA (Mr. GERTSEN) – Kami berterima kasih kepada Pemerintah Indonesia atas penyediaan informasi tambahan kepada Komite ini mengenai pembaruan terkait
Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang juga dikenal sebagai Omnibus Law.
Pemerintah melaporkan berbagai langkah yang telah diambil untuk mengatasi kekhawatiran terkait undang-undang Cipta Kerja, termasuk upaya merevisi undang-undang Secara prosedural dan substantif melalui amendemen Undang-Undang No. 12 Tahun 2021 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan untuk mencakup ketentuan yang menjelaskan “model Omnibuslaw” dan proses partisipasi publik yang bermakna.
Pemerintah juga mengindikasikan bahwa Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menggantikan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020. Kami juga mencatat bahwa undang-undang tersebut dikeluarkan melalui regulasi darurat, atau “Perppu”.
Kami mencatat adanya keprihatinan yang signifikan terkait proses pengembangan dan konsultasi, serta dampak terhadap hukum ketenagakerjaan yang ada. Kami juga mencatat laporan bahwa para pekerja terus menyuarakan kekhawatiran terkait perubahan dalam beberapa undang-undang.
Kami sangat prihatin bahwa perubahan hukum yang dilakukan oleh Omnibuslaw ini mengancam kebebasan berserikat pekerja Indonesia dan hak mereka untuk mengorganisir dan melakukan negosiasi secara kolektif.
Yaitu, kami mencatat bahwa peningkatan fleksibilitas bagi perusahaan untuk menggunakan kontrak kerja sementara untuk jangka waktu yang lebih lama sebagai pengganti mempekerjakan tenaga kerja tetap dan kemampuan yang diperluas bagi perusahaan untuk
mengalihdayakan pekerjaan tetap kepada perusahaan outsourcing khusus tenaga kerja swasta yang memasok pekerja sementara secara khusus mengancam hak hak ini.
Selanjutnya, pakerja kontrak dan outsourcing akan memiliki sedikit atau tidak ada jalan untuk mengatasi kondisi kerja di perusahaan pengguna dan berisiko kehilangan pekerjaan jika mereka mencoba mengangkat masalah kondisi kerja ke pengadilan hubungan industrial dan juga penggunaan pekerja dari beberapa perusahaan outsourcing di satu perusahaan pengguna dapat secara serius memecah-belah tenaga kerja, memungkinkan penggunaan beberapa pemberi erja oleh perusahaan kontraktor, yang akan mencegah pekerja untuk mengorganisir dan melakukan negosiasi secara kolektif.
Untuk itu kami mendesak Pemerintah untuk menghapus ketentuan terkait tenaga rerja dari Undang-Undang Cipta Kerja yang menghalangi hak-hak kebebasan berserikat dan negosiasi kolektif, dan kami meminta Pemerintah Indonesia untuk bekerja sama erat dengan ILO untuk memastikan semua reformasi hukum ketenagakerjaan di masa depan sesuai dengan standar ketenagakerjaan internasional.
Kami juga menyerukan kepada Pemerintah untuk segera melaksanakan rekomendasi dari Komite Pakar dan mengakhiri kewajiban arbitrase wajib dengan mengamandemen bagian 5, 14, dan 24 Undang-Undang Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial. Amerika Serikat tetap berkomitmen secara mendalam untuk berkolaoorasi dengan Pemerintah dalam mernajukan hak-hak pekerja di Indonesia.
Anggota Pekerja, United States of America (Mr GOTTWALD). Saya ingin mengawali dengan mengulangi komentar dari rekan serikat pekerja Indonesia saya:
Penerapan Omnibuslaw Cipta Kerja olah Pemerintah Indonesia mewakili ancaman serius terhadap hak hak dasar pekerja untuk kebebasan berserikat dan perundingan kolektif.
Memang, meskipun putusan Mahkamah Konstitusi pada November 2021 yang memerintahkan Pemerintah untuk merumuskan ulang undang-undang dengan masukan penuh dan mitra sosial, Pemerintah justru memilih untuk terus melanjutkan serangkaian perubahan regulasi vang sangat tidak populer dalam upaya yang salah untuk menarik investasi langsung asing.
Mari fokus pada satu perubahan yang sangat problematis yang secara langsung mengancam hak serikat pekerja Indonesia untuk melakukan perundingan kolektif atas nama anggotanya
Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021, Pemerintah Indonesia telah menghilangkan kemampuan serikat pekerja dan perusahaan untuk melakukan perundingan upah minimum sektoral yang dapat melebihi upah minimum yang berlaku.
Penghilangan perundingan sektoral dalam penetapan upah akan secara signifikan Mengurangi gaji pekerja di beberapa sektor, seperti pertambangan, konstruksi, dan pakaian. Hal ini juga melanggar hak serikat pekerja untuk menggunakan metode perundingan kolektif yang terbukti untuk meningkatkan upah bagi anggotanya dan pekerja secara umum.
Dalam pandangan kami serangan terhadap hak hak pekerja untuk bersenkat dan melakukan perundingan kolektif ini memiliki implikasi bagi upaya Indonesia dalam menjadikan dirinya sebagai sumber mineral penting yang berkelanjutan dalam Industri baterai kendaraan listrik yang semakin berkembang.
Saat ini, Pemerintah Indonesia sedang mengusulkan perjanjian perdagangan bebas untuk mineral penting kepada Amerika Serikat agar perusahaan yang menggunakan minerai Indonesia dapat memperoleh manfaat dari kredit pajak AS untuk kendaraan listrik.
Gerakan Buruh Amerika Serikat mengawasi hal ini dengan cermat dan akan menekan bahwa setiap perjanjian perdagangan harus berisi komitmen yang kuat untuk menjunjung tinggi hak-hak dasar pekerja dalam kebebasan berserikat dan perundingan kolektif.
Selanjutnya, kami mendesak Komite ini untuk mengeluarkan rekomendasi yang kuat kepada Indonesia untuk memperbaiki Omnibuslaw ini, dengan berdiskusi dengan mitra sosial, guna memastikan kepatuhan dengan Konvensi.
You may like
Metro
Tokoh Perjuangan Palestina dan juga Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina (PNI) DR. Mustafa Al-Bargouti Gelar Press Conference
Published
1 day agoon
September 2, 2025
Jakarta, – Tokoh Perjuangan Palestina dan juga Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina (PNI) DR. Mustafa Al-Bargouti mengatakan dalam peperangan eksistensial di Gaza belakangan ini adalah mengancam bangsa dan rakyat Palestina. Terutama terus berlangsungnya kampanye pendudukan dan pengusiran paksa bangsa Palestina sejak 1948 sampai sekarang.
Dan 70% warga Palestina terusir keluar dari negerinya. Dan sekarang ada 7,5 juta warga Palestina ada di luar Palestina. Yang terancam bangsa Palestina baik yang ada di Gaza, tepi barat dan seluruh rakyat Palestina yang wilayahnya diduduki Israel kata Dr. Mustafa Al- Bargouti dalam konferensi pers Situasi Terkini Palestina – Genosida dan Siasat Migrasi Paksa di Hotel Sofyan Menteng Jakarta, Selasa (02/09/25).
Israel sekarang bekerja keras mewujudkan peristiwa nakbah yang kedua setelah kejadian nakbah pertama tahun 1948. Nakbah adalah peristiwa pengusiran bangsa Palestina dari Bumi Palestina. Israel telah menghancurkan lebih dari 83.000 desa atau distrik di seluruh wilayah Palestina. Gaza sebagaimana diketahui tempat lahirnya imam Syafei yang menjadi mazhab mayoritas rakyat Indonesia. Dan sampai hari ini sudah 700 hari rakyat kami di Gaza Palestina menghadapi perang yang terus menghancurkan kehidupan mereka, sambungnya.
Rakyat Palestina tidak hanya menghadapi serangan brutal israel tetapi menghadapi 3 jenis kejahatan perang yang telah diratifikasi oleh dunia internasional. Yang pertama kejahatan Genosida kepada warga gaza, kedua kejahatan hukuman kolektif kepada rakyat yang tidak bersalah terutama dalam hal pelaparan rakyat Gaza dan ketiga adalah pembersihan etnis. Sampai kini sudah 140.000 ton bom dan sejenisnya yang ditumpahkan oleh Israel ke wilayah kecil seperti Gaza.
Data statistik menyatakan lebih dari 300.000 rakyat Palestina yang terluka dan 61.000 mati syahid serta 20.000 anak anak yang dibantai dan menjadi korban kekejian Israel. Bayangkan hal ini jika terjadi di Indonesia.
Kami ulangi ada 160.000 rakyat Gaza yang mengalami luka luka berat dan setiap 12 detik banyak sekali anak anak Palestina yang menjadi korban keganasan Zionis Israel. Dan sisanya rakyat Palestina yang mengungsi sangat potensial menghadapi kematian. Karena yang terluka ini juga tidak ada pengobatan yang memadai. Karena 24% dari seluruh total pelayanan rumah sakit di Gaza sudah dilumpuhkan, ungkap dokter lulusan dari Moskow dan Stanford University ini.
Perang yang sudah berlangsung 2 tahun ini sudah ada lebih dari 450 bayi yang baru lahir tapi kemudian wafat yang menjadi korban keganasan zionis Israel. Belum lagi angka angka yang lain menyatakan banyak bayi yang terkenal mal nutrisi dan tidak mendapatkan fasilitas kesehatan yang memadai.
Semua anak anak kecil apalagi bayi adalah sebuah kehidupan yang sangat sakral dan disucikan tanpa membedakan suku, ras serta agama.
Hal yang ingin disampaikan, Profesi wartawan yang harus dilindungi dalam meliput konflik atau perang. Tapi ini justru yang menjaga target besar dari Israel. Sebelum target dibunuh para wartawan ini dilarang mendekat area peperangan antara tentara zionis dengan pasukan perlawanan Palestina. Yang mana mereka (wartawan ) yang meliput dijamin oleh hukum internasional keselamatannya.
Dan sudah ada 248 wartawan media Arab dan juga internasional yang bekerja di Gaza terbunuh yang menjadi korban. Dan kami belum pernah mendapati jumlah korban dari pihak wartawan yang meliput sebanyak perang di Gaza dalam dua tahun belakangan ini.
Kami menyatakan bahwa tujuan Israel dalam tindakan ini adalah untuk menghalangi masyarakat internasional mengetahui realitas yang sebenarnya di lapangan, tegasnya.
Permintaan atau pesan kepada pemimpin rakyat Indonesia:
1. jangan sampai Indonesia menyetujui upaya pengusiran paksa rakyat gaza dari Palestina dengan dalih apapun termasuk alasan medis, kemanusiaan untuk ditempatkan di Indonesia
2. Jangan sampai Indonesia dibodoh bodohi untuk menerima dan menampung rakyat Palestina dengan alasan kemanusiaan, medis karena Indonesia sudah membangun 2 rumah sakit di Gaza dan bisa membangun lagi rumah sakit Gaza. Jadi kami tidak perlu mengirim warga kami keluar dari Gaza sampai ke Indonesia karena ini adalah salah satu taktik rencana busuk dan jahat dari pemerintahan Israel
3. Rakyat Indonesia dan pemimpin Indonesia sudah sewajibnya untuk menolak normalisasi politik dengan Israel dengan alasan apapun tidak bisa diterima karena negara Israel jelas jelas melanggar hak azasi manusia melakukan banyak kejahatan dan kami tidak membenarkan dialog dialog antara rakyat Indonesia dengan rakyat Israel. Juga kunjungan kunjungan ke Israel tidak bisa diterima akal sehat karena tidak bisa diharapkan dan kita dilarang untuk berdialog dengan setan
4. Kami meminta pemerintah Indonesia tidak melakukan hubungan apapun dengan Israel termasuk hubungan dagang dan kerjasama militer justru kami mendorong pemerintah Indonesia bersama negara lain seperti Belgia untuk memberikan sanksi terhadap Israel di dunia Internasional
5. Bantulah kami rakyat Palestina untuk tetap tinggal di negara kami dan kami tidak ingin diusir dari negara kami dengan alasan apapun.
Kami menyambut upaya dunia internasional untuk memberikan pengakuan negara Palestina merdeka. Sudah banyak negara negara secara defakto mengakui kemerdekaan Palestina dan paling penting sekarang ini kita memberikan sanksi terhadap Israel atas kejahatan kejahatan yang dilakukannya terhadap bangsa Palestina, pungkasnya.
Metro
Pramudya A.Oktavinanda Resmi Terpilih Ketua Umum ILUNI UI Periode 2025–2028
Published
3 days agoon
August 31, 2025
Depok, – Pramudya A. Oktavinanda (41), alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia angkatan 2001, resmi terpilih sebagai Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) periode 2025–2028 menggantikan Didit Ratam. Penetapan dilakukan dalam Musyawarah Nasional ILUNI UI yang digelar di Balai Sidang BNI, Depok, Minggu (31/08).
Pramudya terpilih melalui mekanisme e-vote pada 23-24 Agustus 2025 dengan 6.529 suara dari total 24.288 alumni yang berpartisipasi, mendapatkan suara terbanyak dalam pemilihan langsung dengan partisipasi alumni terbesar sepanjang sejarah. Ia didampingi oleh Masyita Crystallin, alumni FEB UI 2001, yang dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal.
Dalam pidato perdananya, Pramudya menyampaikan apresiasi kepada seluruh panitia, peserta, serta calon ketua umum yang berkompetisi. Ia menekankan bahwa pemilihan kali ini mencatatkan partisipasi terbesar dalam sejarah ILUNI UI. Walaupun waktu terbatas dan ada kendala teknis, berhasil melibatkan begitu banyak alumni. Pram berharap ke depan partisipasi ini semakin meningkat agar lebih banyak alumni dapat menyuarakan aspirasinya.
Prioritas: Database Alumni dan Tata Kelola Organisasi
Pramudya menegaskan dua agenda utama yang akan menjadi fokus kepengurusannya. Pertama, penataan dan penguatan database alumni. Ia menekankan pentingnya basis data yang akurat dan aman dengan tetap mengacu pada prinsip yang dimuat dalam UU perlindungan data pribadi serta consent alumni.
“Kalau ILUNI ingin sukses, databasenya harus kuat. Tanpa database yang baik, kita tidak tahu siapa yang bisa kita hubungi untuk meminta bantuan, dan siapa yang bisa kita bantu,” tegasnya.
Fokus kedua adalah perbaikan tata kelola organisasi. Menurutnya, ILUNI UI bersama ILUNI Fakultas, Jurusan, dan Wilayah harus menjadi satu kesatuan yang solid.
“Tidak boleh ada yang merasa tertinggal. Koordinasi akan diperkuat agar semua program bisa dijalankan bersama,” tambahnya.
Merespons dinamika sosial terkini, Pramudya menekankan institusi seperti ILUNI UI memang didesain berdasarkan AD/ART-nya untuk bersikap netral, berbicara dengan data dan fakta, tidak sembarangan. Setiap pernyataan atas nama alumni pun harus disusun hati-hati agar tidak disalahgunakan dan juga harus dibuat dengan persetujuan musyawarah untuk mufakat atau suara terbanyak berdasarkan suatu forum yang dihadiri setidaknya ⅔ ILUNI Fakultas.
Namun demikian, bukan berarti ILUNI UI menjadi tidak peduli dengan situasi kebangsaan. Ia menegaskan ILUNI UI akan selalu mendukung kebebasan berekspresi mahasiswa UI maupun alumni UI. Fungsi ILUNI UI adalah untuk menjaga mahasiswa dan alumni, mendukung hak demokrasi mereka tanpa membatasi kebebasan berpendapat, serta hadir untuk memfasilitasi dan koordinasi antar ILUNI Fakultas.
“Dalam beberapa hari ini kami mengapresiasi koordinasi yang baik dengan ILUNI FKUI untuk pendampingan medis, ILUNI FHUI untuk pendampingan logistik dan advokasi hukum bagi adik-adik mahasiswa UI yang ikut turun berdemonstrasi, serta ILUNI FTUI yang berkenan menjadikan sekretariatnya sebagai titik koordinasi bagi para alumni. Kami sangat memahami bahwa bangsa ini sedang berduka. Dalam suasana ini, kita membutuhkan energi positif. ILUNI UI akan tetap menjadi ruang yang kondusif bagi alumni untuk berkontribusi sembari terus menghimbau alumni untuk berperan secara aktif dalam menjaga semangat berbangsa dan menjadi moral support dalam suasana kekeluargaan dan persaudaraan supaya kedukaan dan kemarahan yang ada sekarang disalurkan dalam bentuk yang positif,” ungkapnya.
Tentang Pram dan Syita
Pramudya merupakan Mahasiswa Berprestasi Utama FHUI 2004 dan lulus cum laude pada 2005. Saat ini ia aktif sebagai Dewan Pengawas Asosiasi Ahli Emisi Karbon Indonesia (ACEXI), wakil sekretaris bidang pengembangan talenta ILUNI FHUI 2024–2027, serta anggota Board of Experts di Prasasti Center for Policy Studies.
Sementara itu, Syita dikenal sebagai ekonom makro-finansial dengan rekam jejak internasional, pernah berkarir di IMF, Bank Dunia, dan DBS Bank serta menjadi salah satu Board Member dari World Resources Institute Indonesia.
Metro
DPP IP-KI: SUARA RAKYAT ADALAH AMANAT KONSTITUSI,PANCASILA LANDASAN DIALOG BANGSA
Published
4 days agoon
August 30, 2025
Dewan Pengurus Pusat Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (DPP IP-KI) menyampaikan apresiasi dan penghormatan kepada generasi muda serta elemen masyarakat yang berani bersuara, mulai dari kasus PATI hingga ke gerbang Gedung DPR/MPR RI. Mereka hadir bukan untuk menciptakan kekacauan, melainkan untuk menegaskan kembali: wakil rakyat harus benar-benar menjadi perwakilan, bukan sekadar pengisi kursi kekuasaan.
Dukungan untuk Generasi Muda dan Masyarakat Sipil
Keberanian para mahasiswa, pemuda, dan elemen masyarakat dalam menyuarakan kritik adalahbukti bahwa demokrasi masih hidup. Suara mereka adalah wujud partisipasi konstitusional yangsah, yang seharusnya diterima dengan dialog, bukan dengan represi. DPP IP-KI berdiri bersamamereka, menegaskan bahwa perjuangan ini bukan soal kelompok, melainkan masa depan bangsa.
Kritik Keras kepada Pejabat Publik
Sebaliknya, DPP IP-KI mengecam keras sikap sebagian pejabat publik — baik di parlemen,lingkaran kementerian, maupun aparatur negara — yang justru melontarkan pernyataan tidakberempati, melahirkan kebijakan kontroversial, atau bahkan menindas rakyat dengan kekuatanyang seharusnya melindungi. Kami tegaskan, sumpah jabatan, sapta marga, dan janji konstitusibukanlah seremonial, melainkan tanggung jawab yang harus dijalankan dengan penuh integritas.
Pancasila sebagai Ruang Dialog
DPP IP-KI mengingatkan kembali bahwa Pancasila adalah pedoman dasar kehidupan berbangsadan bernegara. Sila-sila Pancasila menuntun kita untuk menempatkan kemanusiaan, persatuan,musyawarah, dan keadilan sosial sebagai fondasi. Ruang dialog kebangsaan yang kami serukanbukanlah basa-basi politik, melainkan kebutuhan mendesak agar konflik dan perbedaan tidak lagiditangani dengan kekerasan, tetapi dengan musyawarah yang berakar pada nilai luhur bangsa.
Seruan Konkret IP-KI
Lindungi hak rakyat untuk menyuarakan pendapat, tanpa intimidasi maupunkriminalisasi.
Segera evaluasi pejabat publik yang gagal menunjukkan empati dan justru memperkeruhsituasi dengan ucapan maupun tindakannya.
Buka ruang dialog kebangsaan lintas elemen, dengan menjadikan Pancasila sebagaipedoman utama.
Foto: Rapat Pengurus DPP IP-KI, membahas sikap dan tanggapan IP-KI terkait kondisi Republik saat ini
Indonesia memasuki usia 80 tahun kemerdekaan. Tidak ada alasan lagi bagi pejabat publik untukmenutup telinga terhadap suara rakyat. Generasi muda sudah membuktikan keberaniannya, kinigiliran negara untuk menunjukkan kebijaksanaannya.
DPP IP-KI menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk menahan diri dan tidakmelakukan tindakan anarkis yang berpotensi menodai nilai-nilai kebangsaan, serta mengganggupersatuan dan kesatuan bangsa.
DPP IP-KI juga menyerukan kepada tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pemuda agarmengambil peran penting dalam menyejukkan suasana kebangsaan, serta memberikan dukunganpenuh terhadap langkah-langkah yang tengah dilakukan Presiden Prabowo Subianto untukmengembalikan dan menjaga stabilitas keamanan di seluruh wilayah Republik Indonesia.


Tokoh Perjuangan Palestina dan juga Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina (PNI) DR. Mustafa Al-Bargouti Gelar Press Conference

TNI AD Gelar Doa Bersama Serentak Demi Keselamatan dan Kedamaian Bangsa

Pramudya A.Oktavinanda Terpilih Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) Periode 2025-2028

Forum Komunikasi Pejuang NKRI Gelar Sarasehan Kebangsaan Negara Indonesia Maju

Deklarasi Forum Wartawan Jakarta

Abuba Steak Cipete Gelar Lomba Makan Wagyu Eating Competition 2019
Trending
-
nasional2 days ago
Doa Bersama Rutan Cipinang Untuk Indonesia Tercinta
-
nasional2 days ago
Pramudya A.Oktavinanda Terpilih Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) Periode 2025-2028
-
TNI / Polri2 days ago
TNI AD Gelar Doa Bersama Serentak Demi Keselamatan dan Kedamaian Bangsa
-
TNI / Polri2 days ago
Dieng Culture Festival, Korlantas Suarakan Disiplin Lalu Lintas
-
TNI / Polri2 days ago
TNI Perkuat Patroli Bersama Demi Kondusifitas Ibu Kota dan Ketenteraman Warga
-
Metro1 day ago
Tokoh Perjuangan Palestina dan juga Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina (PNI) DR. Mustafa Al-Bargouti Gelar Press Conference