Connect with us

Metro

Pernyataan Sikap MN PECINTA AMIN Gerakan Penyelamat Bangsa Mendukung Pernyataan 100 Tokoh Terkemuka Indonesia Tentang Pemilu Bersih

Published

on

JAKARTA, 23 Februari 2024 – Pada Jumat, 23 Februari 2024, Ormas Pergerakan Insan Cita (PIC), yang merupakan kelompok alumni HMI, mengadakan konferensi pers di Jakarta. Acara ini diselenggarakan untuk membahas isu Pemakzulan Presiden dan segala turunan masalah yang menyertainya.
Berikut isi Pertanyaannya :

Bismillahirrahmanirrahiem.

Pemilu bersih itu diselenggarakan oleh sebuah sistem yg berintegrity, bersih, terpercaya dan kredible. Yaitu kepala negara yg bersih, KPU dan Bawaslu serta semua perangkat sistem Penyelenggara Pemilu harus bersih. Jika mereka memiliki cacat moral, minus integrity, maka kualitas produk Pemilu juga bermasalah.

Mencermati kondisi berbangsa dan bernegara terkhusus pada penyelenggaraan pesta demokrasi Pemilu 2024, kami dari Majlis Nasional Pergerakan Insan Cita For AMIN mencatat bahwa penyelenggaraan Pemilu 2024 telah dilakukan dg berbagai intervensi, penyimpangan, kecurangan yg terstruktur, sistematis dan masif. Negara tidak akan tegak berwibawa, terpandang hormat ketika penyelenggara negara dihasilkan dg cara tidak jujur, alias manipulasi dan tipu daya.

Perihal Pemilu thn 2024 yg bersifat curang secara sistemik, terstruktur dan masif itu dilakukan dalam dua tahap, yaitu sebelum masuk di TPS maupun sesudah pasca TPS.

Tahap sebelum di TPS misalnya pergantian Pejabat Gubernur, Bupati dan Wali kota yang ujungnya dimobilisasi untuk memenangkan paslon 02. Perpanjangan periodesasi kepala desa seluruh Indonesia dg berbagai perkondisian, itu juga merupakan ujung tombak mobilisasi pejabat kepala desa dan lurah untuk memenangkan pasangan 02 juga.

Presiden Joko Widodo dan sejumlah mentri juga turut berkampanye dg mempolitisasi Bansos untuk kepentingan mendukung dan memenangkan paslon 02. Seharusnya Bansos itu merupakan tanggung jawab negara kepada rakyat dlm situasi terpaan krisis, tetapi nyatanya disalahgunakan oleh Presiden Joko Widodo untuk membeli dan mempengaruhi hati rakyat pemilih dan memenangkan paslon 02.

Keputusan MK No 90 yang meloloskan Gibran menjadi Cawapres berpasngan dg Capres Prabowo Subiayanto. MK menambah pasal pernah menjabat kepala daerah. Penambahan pasal ini harusnya menjadi kewenangan DPR RI bukan kewenangan MK. KPU RI menerima pencalonan Gibran sebagai Cawapres tanpa merubah pasal umur bahwa Cawapres berumur 40 thn, sementara saat Gibran mendaftar ia masih berumur 35 thn.

Selain itu juga ditemukan sekitar 54 jt Daftar Pemilih Tetap, diduga suara siluman namun tidak diselesaikan dg baik oleh KPU. Sementara banyak fihak masyarakat peduli pemilu mempertanyakan tentang kebenaran daftar suara tersebut agar dituntaskan.

Sedangkan Kecurangan Paska TPS: adanya penggelembungan angka untuk paslon tertentu pada saat penghitungan suara, kesalahan sistem sirekap pada sistem IT. Intimidasi, tekanan pada penyelenggara pemilu.

Semua bentuk itu selain merugikan salah satu paslon yang menjadi peserta pilpres juga mencoreng moralitas politik berbangsa dan bernegara. Tentu rakyat pemilik suara sangat dirugikan.

Olehnya semua kecurangan itu secara politik telah merugikan dan merusak hak hak politik rakyat yg telah memberikan suara politik pada Paslon tertentu yang membawa misi perubahan di negeri ini.

Semua peristiwa pelanggaran dan kecurangan yang terjadi dilakukan secara testruktur sistemik dan masif sehingga berdampak pada hilangnya fungsi, tujuan dari suara rakyat, dan secara politik mendistorsi gagasan politik rakyat pemilik suara.

Maka semua bentuk kecurangan itu, dalam pandangan MN PIC For AMIN adalah merupakan kategori dari bentuk kejahatan politik yang harus dilawan. Tidak boleh ada ruang kejahatan politik bagi penyelenggara negara dan penyelenggara pemilu.

Sebab kejahatan politik itu tidak hanya merugikan rakyat, melainkan jatuhnya kewibawaan dan kehormatan negara. Semua bentuk kejahatan politik, tempat penyelesaiannya bukan di Mahkamah Konstitusi RI melainkan di DPR RI atau di majlis rakyat. Untuk itu kami akan melakukan beberapa langkah penting sebagai berikut:

1. MN Pergerakan Insan Cita For Amin menolak hasil Pilpres yang curang. Kecurangan ini merupakan penghinaan pada pendiri bangsa, rakyat Indonesia, menghancurkan integritas bangsa dan negara.

2. Kami mendukung sepenuhnya pandangan 100 tokoh terkemuka di Indonesia yaitu mendorong DPR RI segera melaksanakan Hak Angket. Sebab penyelesaian kejahatan Politik melalui mekanisme hak angket adalah upaya konstitusional yang bisa mengembalikan dan menyelamatkan kehormatan negara dan keutuhan segenap bangsa Indonesia dari segala hal yg sekiranya dapat meruntuhkan kewibawaan negara dan integrasi bangsa.

3. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk bertanggung jawab atas segala kejahatan politik yang telah mencabik cabik, menodai meruntuhkan moral maupun marwah bernegara. Bagi kami Presiden Widodo tidak layak lagi menyandang jabatan Presiden RI.

4. Mendesak fihak aparat keamanan dan penegak hukum untuk melakukan proses hukum yaitu menangkap dan mengadili semua Komisiner Penyelenggara PEMILU (KPU) dan BAWASLU untuk diperiksa dan diadili. Atas segala tindakan kejahatan politik yg telah merendahkan marwah politik rakyat pemilik suara.

5. Menghimbau kepada seluruh komponen anak bangsa mahasiswa, tokoh agama, kaum intelectual pemuda, parpol relawan untuk tetap bersatu mengusung panji persatuan menjadi PENGGERAK PENYELAMATAN BANGSA.

Jakarta, hari jumat
Tgl 23 Februari 2024
AN Majlis Nasional
Pergerakan Insan Cita For AMIN “Penyelamat Bangsa”.

MHR. Shikka Songge
WKL Ketua Umum

Achwan Yulianto
Sekretsris Jendral.

Continue Reading

Metro

Hj. Dra. Elyditra, M.Si., Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan, dan Deti, Pengurus Gebu Minang : Film “Haruskah Aku Mati Agar Ayah Kembali”, Sebuah Kisah Nyata Penuh Luka, Perjuangan, dan Kekuatan Seorang Anak Bernama Nia

Published

on

By

Jakarta, 24 November 2025 — Dua sosok penting dalam Gebu Minang, Hj. Dra. Elyditra, M.Si., Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan, dan Deti, Pengurus Gebu Minang, menyampaikan pesan mendalam terkait film “Haruskah Aku Mati Agar Ayah Kembali”, sebuah film yang mengangkat kisah nyata penuh luka, perjuangan, dan kekuatan seorang anak bernama Nia.

Film ini, yang siap tayang di bioskop seluruh Indonesia, menghadirkan realitas pahit yang dialami banyak anak ketika kehilangan figur orang tua dan menghadapi tekanan psikologis dalam keluarga. Elyditra dan Deti menilai film ini sebagai karya yang mampu membuka mata publik, sekaligus menjadi pengingat pentingnya perlindungan terhadap perempuan dan anak.

Dalam pernyataannya, Hj. Dra. Elyditra, M.Si. menekankan bahwa film ini adalah potret nyata kondisi yang masih sering terjadi di masyarakat.“Ketika seorang anak bertanya ‘Haruskah aku mati agar ayah kembali?’, itu adalah jeritan batin yang tidak boleh kita biarkan. Film ini mengingatkan kita bahwa perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan. Mereka membutuhkan kasih sayang, perlindungan, dan kepastian hadirnya keluarga yang sehat,” ujar Elyditra.

Sementara itu, Deti memberikan apresiasi kepada seluruh tim produksi yang berani mengangkat kisah sensitif ini agar dapat menjadi bahan refleksi bagi masyarakat luas.

“Film ini menyentuh hati. Tidak hanya menggugah emosi, tetapi juga mengajak kita bertanya: apakah kita sudah cukup peduli terhadap anak-anak di sekitar kita? Semoga film ini menjadi pemantik empati dan menjadi pelajaran bahwa setiap anak berhak bahagia dan merasa dicintai,” ungkap Deti.

Keduanya berharap film ini dapat menjadi jembatan edukasi bagi para orang tua, pendidik, dan masyarakat untuk memahami lebih dalam dampak psikologis yang ditimbulkan oleh konflik keluarga terhadap anak. Mereka menilai karya ini bisa menjadi penggerak perubahan dalam cara masyarakat memperlakukan dan melindungi anak.

Kami mengajak masyarakat Indonesia untuk menonton film ini, bukan sekadar sebagai hiburan, tetapi sebagai renungan. Mari kita bangun keluarga yang saling menghargai, saling menguatkan, dan bebas dari kekerasan,” tutup Elyditra.

Film “Haruskah Aku Mati Agar Ayah Kembali” diprediksi menjadi salah satu film paling emosional pada tahun ini, membawa pesan kuat tentang kasih sayang, penyembuhan, dan pentingnya kehadiran orang tua dalam kehidupan seorang anak.

Continue Reading

Metro

Darmawel Wakil Ketua Umum UMKM Gebu Minang Bidang Hukum dan HAM Hadir Acara Film “ Harus Aku Mati Agar Ayah Kembali, Nia

Published

on

By

Jakarta, 24 November 2025 — Wakil Ketua Umum UMKM Gebu Minang Bidang Hukum dan HAM, Bapak Darmawel, memberikan pesan kuat dan penuh keadilan terkait film “ Percaya Aku Mati Agar Ayah Kembali, Nia”, sebuah karya yang diangkat dari kisah nyata tentang perjuangan seorang anak dalam kondisi keluarga yang retak dan penuh tekanan emosional.

Dalam pernyataannya, Darmawel menyampaikan bahwa film ini bukan hanya sebuah tontonan, tetapi juga cermin sosial yang menggambarkan betapa rentannya anak-anak ketika menghadapi konflik keluarga, terutama ketika mereka kehilangan sosok ayah atau ibu dalam masa pertumbuhan.

Film ini menjadi alarm bagi kita semua. Ketika seorang anak sampai bertanya ‘Apakah aku mati agar ayah kembali?’, itu berarti ada luka yang sangat dalam. Kita tidak boleh menutup mata. Hukum, masyarakat, dan negara harus hadir untuk memastikan setiap anak terlindungi baik secara fisik maupun psikologis,” ujar Darmawel

Continue Reading

Metro

Aditya Gumay Sutradara Film Judul“Haruskah Aku Mati Agar Ayah Kembali” Tiket Film Nia Akan Didonasikan Untuk Membangun Rumah Tahfizd Qur’an dan Pesantren Serta Kegiatan Sosial

Published

on

By

Jakarta — Sebuah karya yang menggugah emosi dan membuka mata tentang arti keluarga diluncurkan dengan judul “Haruskah Aku Mati Agar Ayah Kembali”, ditulis oleh Nia, seorang penulis muda yang terinspirasi dari kisah nyata yang terjadi di Ranah Minang. Karya ini menghadirkan perjalanan batin seorang anak yang merindukan sosok ayah, sekaligus menggambarkan realitas sosial yang acap kali tersembunyi di balik budaya, tradisi, dan dinamika keluarga.

Film ini menyoroti perjalanan seorang anak perempuan yang terjebak dalam kerinduan mendalam terhadap sosok ayah yang pergi tanpa kabar. Dalam kebingungan dan luka batin yang terus menganga, sang anak mempertanyakan keberadaannya sendiri “Apakah aku harus mati agar ayah kembali hidup untukku?” Sebuah kalimat yang menggambarkan betapa rapuhnya hati seorang anak yang merindukan kasih sayang.

film Nia juga dibintangi oleh Qya Ditra, Helsi Herlinda, Neno Warisman, Zainal Chaniago, Eka Putri Maharani, Aisyah Zahira, Ida Leman, Machika Eva Luna, Adi Danoe, Diza Refengga dan Syakhi Riez. Dalam film ini juga menghadirkan cameo Menteri Kebudayaan Republik Indonesia dan Gubernur Sumatera Barat sebagai special guest.

Film ini disutradarai oleh Aditya Gumay dan Ronny Mepet dengan produser Ruben Onsu, Aditya Gumay dan Nicki RV. Rencananya sebagian dari hasil penjualan tiket film Nia akan didonasikan untuk membangun Rumah Tahfizd Qur’an dan Pesantren serta kegiatan sosial lainnya.

Dalam karya ini, Nia mengurai kisah pilu seorang anak perempuan yang hidup dalam bayang-bayang kehilangan figur ayah, bukan karena kematian, tetapi karena jarak emosional dan perpisahan yang tak pernah dimengerti. Judul yang kuat “Haruskah Aku Mati Agar Ayah Kembali” menjadi gambaran nyata tentang betapa dalamnya luka yang dirasakan seorang anak ketika ia merasa tidak lagi dianggap, tidak lagi dicari, dan tidak lagi dicintai.

Mengangkat latar budaya Minangkabau yang kaya nilai, karya ini tidak hanya menyuguhkan kesedihan, tetapi juga menghadirkan kekuatan perempuan, keteguhan seorang ibu, serta harapan yang perlahan tumbuh di tengah luka. Pembaca akan dibawa masuk ke suasana kampung, adat, dan kehidupan sosial masyarakat Minang yang menjadi bingkai emosional cerita.

“Film ini saya buat untuk membuka mata kita bahwa luka terdalam seorang anak sering kali lahir dari kepergian seorang ayah. Pertanyaannya, mengapa seorang anak harus merasa ‘mati’ dulu agar sosok ayah kembali melihatnya?”.ujar Aditya Gumay

Aditya mengungkapkan bahwa film ini terinspirasi dari kisah nyata yang ia temui saat melakukan riset mendalam mengenai dampak perceraian orang tua terhadap perkembangan psikologis anak. Cerita dalam film menggambarkan bagaimana seorang anak perempuan berjuang mempertahankan cinta dan keberadaan ayahnya yang memilih pergi, hingga membuatnya terjebak dalam pertanyaan paling gelap: apakah kehilangannya adalah salahnya sendiri?

Menurut Aditya, banyak anak yang tumbuh dengan luka yang tak pernah mereka sampaikan—entah karena takut, malu, atau tidak mengerti cara mengungkapkannya. Film ini ingin memberikan suara kepada mereka.

Karya ini juga menjadi refleksi bagi banyak keluarga di Indonesia, khususnya mengenai pentingnya peran ayah, dampak emosional dari perpisahan, serta suara anak-anak yang sering kali tak terdengar. Melalui bahasa yang mengalir dan kedalaman emosi, Nia berhasil menjadikan kisah nyata ini sebuah karya yang menyentuh dan meninggalkan pesan mendalam.

Aditya mengungkapkan bahwa film ini terinspirasi dari kisah nyata yang ia temui saat melakukan riset mendalam mengenai dampak perceraian orang tua terhadap perkembangan psikologis anak. Cerita dalam film menggambarkan bagaimana seorang anak perempuan berjuang mempertahankan cinta dan keberadaan ayahnya yang memilih pergi, hingga membuatnya terjebak dalam pertanyaan paling gelap: apakah kehilangannya adalah salahnya sendiri?

Menurut Aditya, banyak anak yang tumbuh dengan luka yang tak pernah mereka sampaikan—entah karena takut, malu, atau tidak mengerti cara mengungkapkannya. Film ini ingin memberikan suara kepada mereka.

Haruskah Aku Mati Agar Ayah Kembali” rencananya akan dipublikasikan dalam bentuk buku dan adaptasi visual pendek. Nia berharap karya ini dapat menjadi jembatan empati, membuka percakapan tentang keluarga, dan mengingatkan bahwa cinta anak adalah cinta yang paling jujur dan paling mudah terluka.

Continue Reading

Trending