“Hak Kesehatan Rakyat: Tertulis di Konstitusi, Hilang di Kenyataan”
“Apakah Rakyat Harus Melawan untuk Mendapatkan Hak Kesehatan”
“Ketika Pasien Jadi Aktivis: Cerita dari Mereka yang Menolak Diam”
“Bukan Sedekah, Tapi Keadilan: Menuntut Negara untuk Memenuhi Hak Kesehatan” “Apakah Kita Benar-Benar Punya Hak Kesehatan, atau Itu Hanya Sekedar Retorika?”
Negara harus hadir ditengah-tengah rakyatnya. Pernyataan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin yang menyarankan masyarakat beralih ke Asuransi Swasta dikarenakan BPJS Kesehatan sudah tidak mencover semua penyakit akibat iuran yang sangat murah, menimbulkan banyaknya RS yang menolak pasien untuk dilakukan tindakan termasuk rawat inap. Ini menunjukkan tidak hadirnya negara ditengah-tengah rakyatnya. Harusnya BPJS Kesehatan terus meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat, memotong jalur birokrasi yang berbelit dan semakin mempermudah masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan baik yang tinggal dikota sampai ke pelopasiengeri. Dalam Pancasila 1 Juni 1945 sila Kedua dan Kelima UUD Negara RI Tahun 1945 padal 28 H sudah ditegaskan dan menyatakan bahwa:
1. “negara berperan dan bertanggung jawab untuk memberikan rasa aman, nyaman, dan berkewajiban untuk menyediakan lingkungan yang layak serta menyediakan pelayanan kesehatan.”
2. setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama.
3. setiap orang juga berhak atas jaminan sosial yang disediakan negara
Begitu juga dalam Pasal 34: “bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk memberikan kesejahteraan sosial, termasuk dalam bidang Kesehatan serta bertanggung jawab menyediakan akses yang setara terhadap pelayanan kesehatan, dan memfasilitasi upaya-upaya pencegahan penyakit serta perawatan bagi yang membutuhkan”
Hadirnya UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sebagai peraturan turunan dari UUD NRI 1945 diharapkan lebih mempertegas dan memperjelas terkait beberapa hal, yaitu:
1. Perlindungan HAK dan Pelaksanaan Kewajiban setiap warga negara pasien untuk mendapatkan pelayanan dan fasilitas kesehatan yang baik, bermutu, berkualitas dan adil.
2. Penyediaan akses pelayanan kesehatan yang merata
3. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang memastikan seluruh rakyat Indonesia, khususnya yang tidak mampu agar dapat mengakses pelayanan Kesehatan melalui BPJS Kesehatan
4. Pengaturan dan pengawasan pelayanan Kesehatan serta Pemenuhan standar fasilitas Kesehatan: harus sesuai peraturan yang berlaku, standar medis dan etika profesi.
Juran BPJS Kesehatan yang sekarang Rp 48.000 dianggap Menkes sangat murah dan tidak bisa mengcover semua jenis penyakit, harusnya bukan menjadi alasan mengurangi pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Pelayanan kesehatan merupakan hak konstitusional setiap warga untuk mendapatkan perlindungan dari negara.
Diskriminasi pelayanan juga masih seringkali kita temui di fasilitas-fasilitas Kesehatan, padahal mereka datang ke fasilitas kesehatan bukan sebagai pengemis yang meminta dibelaskasihani, mereka sudah dijamin oleh negara. Standart pelayanan masih menjadi PR (pekerjaan rumah) serius pemerintah saat ini. Hak publik atas transparansi informasi pun harus segera dibenahi.
Banyak kasus-kasus pelanggaran hak-hak pasien BPJS Kesehatan terlebih yang kurang mampu, antara lain:
1. Diskriminasi pelayanan dan tebang pilih dalam memberikan pelayanan kesehatan
2. Penolakan pelayanan kesehatan
3. Pengurangan layanan kesehatan
4. Penundaan atau keterlambatan tindakan medis
5. Tidak diberikan informasi yang jelas tentang Prosedur Pengobatan
6. Tidak adanya transparansi biaya/ masih adanya permintaan uang muka
7. Kasus penyalahgunaan data medis pasienBanyak kasus-kasus pelanggaran hak-hak pasien BPJS Kesehatan terlebih yang kurang mampu, antara lain:
1. Diskriminasi pelayanan dan tebang pilih dalam memberikan pelayanan kesehatan
2. Penolakan pelayanan kesehatan
3. Pengurangan layanan kesehatan
4. Penundaan atau keterlambatan tindakan medis
5. Tidak diberikan informasi yang jelas tentang Prosedur Pengobatan
6. Tidak adanya transparansi biaya/ masih adanya permintaan uang muka
7. Kasus penyalahgunaan data medis pasien
Contoh:
Terkait pelanggaran yang diatur dalam Pasal 174 UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, diberikan kepada fasilitas kesehatan baik milik pemerintah pusat, daerah dan atau milik masyarakat wajib memberikan pelayanan kesehatan diuntah ban bagi pasien gawat darurat untuk mendahulukan penyelamatan nyawa dan pencegahan kedisabilitasan, dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka serta mendahulukan segala urusan administrasi sehingga menyebabkan tertundanya pelayanan kesehatan.
Dengan pengenaan sanksi yang yang diatur dalam Pasal 438 UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan terkait “Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Tenaga Medis, dan atau Tenaga Kesehatan yang tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan (yang diatur dalam Pasal 174 dan 275 ayat 1) : dapat dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), jika mengakibatlan terjadinya kedisabilitasan atau kematian, pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Namun penegakan hukum dan penerapan sanksi terhadap pelanggaran tersebut masih lemah, tebang pilih dan lebih berpihak pada yang kuat/ pihak pemilik Faskes/ pemilik modal dan tidak trasnparan dalam proses penegakan hukumnya, baik sanksi administrasi dan sanksi pidananya, terbukti dengan adanya kata “atau” saja bukan “dan/atau” serta dengan adanya kata “paling lama dan paling banyak” yang seharusnya dengan kata “minimal dan paling sedikit” sehingga bagi pelanggar khususnya Pemilik Faskes akan memilih pidana denda (bisa ditawar/ negosiasi).
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, manajemen BPJS Kesehatan dan juga Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) harus lebih intensif mengawasi layanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) maupun di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL), perlu juga sanksi tegas terhadap pelanggaran komitmen kerja sama bagi yang melanggar.
Makan Bergizi Gratis untuk mencegah Stunting
Sebelum presiden terpilih Prabowo Subiyanto mengkampanyekan makan bergizi gratis, PDI Perjuangan sudah duluan memulai program ini sejak 2011. Pada saat itu Presiden ke 5 Prof.Dr. Megawati Soekarnoputri merayakan ulang tahunnya yang ke 64 dengan mengundang seribu ibu hamil untuk makan siang bersama di Kampung Cinangneng, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor Jawa Barat hari kamis tanggal 27 Januari 2011.
Program makan bergizi gratis ini haruslah tepat sasaran. Apabila tujuan nya untuk menurunkan angka prevalensi stunting di Indonesia, sasarannya harus ke 1000 HPK (seribu hari pertama kehidupan). Yaitu 270 hari (sejak janin terbentuk sampai dilahirkan) hingga 730 hari (hingga anak berusia 2 tahun). Masa 1000 HPK ini merupakan periode emas atau window of opportunity yang sangat penting bagi perkembangan anak, dimasa ini organ-organ vital pada anak mulai terbentuk dan berkembang, khususnya otak. Jadi asupan gizi yang baik mulai dari calon pengantin, calon ibu hamil, janin hingga anak usia 2 tahun supaya tidak ada lagi bayi atau anak yang beresiko stunting di Indonesia.
Anggaran makan bergizi gratis yang tadi nya 71 trilyun rupiah dinaikkan menjadi 171 trilyun rupiah oleh pemerintah diharapkan tepat sasaran dan memberikan efek berganda (multiplier effect) terhadap perekonomian. Pelaksanaan program MBG masih terdapat beberapa permasalahan kesediaan pangan dan pertanian yang sangat kompleks. Permasalahan dimaksud, seperti persoalan terkait perencanaan pengelolaan produksi pangan, infrastruktur, logistik, kebijakan harga dan subsidi, ketahanan dan cadangan pangan, kesehatan dan nutrisi, adaptasi dan perubahan iklim, persoalan dan impor pangan, serta koordinasi lintas pangan masih sering didapatkan dilapangan. Program MBG saat ini masih belum berjalan seperti harapan karena masih berproses lantaran di beberapa daerah program tersebut sifatnya masih uji coba atau percontohan.
Rekomendasi
Dengan berbagai permasalahan yang ada saat ini maka kami merekomendasikan untuk:
1. Penegakan hukum terkait hak pasien BPJS Kesehatan, terutama yang berasal dari kalangan tidak mampu, masih menghadapi banyak tantangan. Diskriminasi, ketidaktransparanan, dan pelanggaran terhadap standar medis masih sering terjadi di fasilitas kesehatan. Beberapa hal yang perlu diperbaiki agar penegakan hukum lebih efektif adalah:
a. Penguatan Pengawasan oleh pemerintah terhadap fasilitas kesehatan.
b. Penegakan Sanksi yang lebih tegas dan tidak hanya bersifat administratif, melainkan juga pidana dengan ancaman hukuman minimal dan/atau denda paling sedikit bagi pihak yang terbukti melanggar hak-hak pasien.
c. Penyederhanaan Prosedur Pelayanan Kesehatan dan Pengaduan agar pasien bisa lebih mudah melaporkan pelanggaran yang mereka alami.
d. Edukasi kepada Pasien agar mereka mengetahui hak-hak dan cara-cara untuk memperjuangkan hak-haknya’
e. Membuat peraturan yang mewajibkan Rumah Sakit/ Faskes untuk Menerima Pasien BPJS Kesehatan
2. Pemerintah melalui Kemenkes RI harus mengkaji, merujuk dan mengevaluasi kembali terkait pengaturan dan pelaksanaan program BPJS Kesehatan tanpa meninggalkan norma-norma dasar dan aturan hukum yang sudah ada, baik nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila 1 Juni 1945, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UU Kesehatan dan peraturan terkait lainnya.
3. Program Makan Bergizi Gratis bertujuan untuk meningkatkan gizi dan kesehatan anak, mendorong perekonomian lokal, mengurangi beban ekonomi keluarga serta mendukung anak agar bisa berprestasi dalam akademik dan lebih di fokuskan pada warga yang kurang mampu. Sehingga harus direncanakan dengan matang, tepat sasaran, efisien, transparan, dilakukan pangawasan serta dilakukan evaluasi secara berkala agar tidak menjadi beban berat APBN, rakyat tidak tergantung, kualitas dan keamanan pangan tetap terjaga baik asupan gizinya, sistem distribusi baik dan merata serta menghindari korupsi dan penyalah gunaan anggaran.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien BPJS Kesehatan, terutama yang tidak mampu, dapat terjamin sesuai dengan Undang-Undang.