Connect with us

Metro

HAKIM PRA PERADILAN PN JAKARTA SELATAN MASIH MEMIHAK PENGEMBANG NAKAL”

Published

on

Jakarta Selatan – Kamarudin Simanjuntak lagi-lagi dibuat geram akan putusan Pengadilan yang tidak netral, memihak Penyidik Polda Metro Jaya (PMJ) dan pengembang nakal, sehingga sengsarakan konsumen yang tidak bersalah. Sebelumnya, Dr. Ike Farida, Advokat yang juga aktivis HAM ini membeli lunas sebuah unit Apartemen di Casa Grande Residence Kota Kasablanka yang dijual oleh PT Elite Prima Hutama (PT EPH), anak perusahaan Pakuwon Grup, pada 2012 lalu.

 

Namun, PT EPH tidak kunjung berikan unit milik Dr. Ike Farida karena suaminya WNA. Sebagai Advokat yang jujur, Dr. Farida menempuh jalur hukum dan memenangkan 8 Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

 

Namun, secara mengejutkan pada 21 September 2021, dirinya dilaporkan Ai Siti Fatimah (Pegawai PT EPH) atas dugaan tindak pidana memberikan keterangan palsu dalam persidangan sebagaimana Pasal 242 KUHP dan/atau Pasal 263 KUHP dan/atau 266 KUHP. Tim kuasa hukum Dr. Farida memandang laporan polisi tersebut hanya akal-akalan PT EPH agar bisa mangkir dari 8 putusan pengadilan inkrah yang dimenangkan Dr. Farida. Akhirnya, pada 18 April 2024, tim kuasa hukum Dr. Farida ajukan gugatan Praperadilan terhadap PMJ (Termohon) dan Kejaksaan (Turut Termohon). Dr. Farida memohon agar PN Jaksel perintahkan Kepolisian untuk terbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan mencabut statusnya ebagai Tersangka.

 

Kamarudin Simanjuntak, kuasa hukum Dr. Ike Farida, nyatakan alasan pengajuan gugatan Praperadilan “Klien saya belum pernah dimintai keterangan, tapi langsung dijadikan tersangka oleh Penyidik. Lebih parahnya lagi klien saya dicekal keluar negeri sampai 3 kali, padahal aturannya dicekal hanya boleh 2 kali saja. Janggal banget kan? makanya saya ajukan Praperadilan agar Dr. Ike Farida segera dapat kepastian hukum.” Ujar Kamarudin saat ditemui pada 13 Mei 2024 di PN Jaksel. Dalam persidangan yang hanya berjalan 1 minggu itu, tim kuasa Farida berhasil memaparkan semua kesalahan formil penyidik PMJ. Apalagi saksi yang dihadirkan berhasil mengutarakan mal-administratif penyidik tersebut.

 

“Yang mengejutkan adalah adanya 2 buah SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) secara formil dalam hukum acara perdata, penyidik hanya boleh keluarkan satu SPDP yang ditujukan bagi pihak Kejaksaan Tinggi (JPU). Lalu, tembusan dikirimkan ke Dr. Farida dan Pelapor (pengembang). SPDP adalah dasar dilakukannya seseorang jadi tersangka, atau dicekal,dst. Ternyata, penyidik membuat 2 versi, apa itu maksudnya? Tentu saja kami semua terkejut, hakim dan saksi ahli-pun terkejut.

 

Inilah bukti jika orang berbuat jahat, akhirnya ketahuan juga, ini pelanggaran serius karena seluruh produk dari penyidik harus dibatalkan”, jelas Kamaruddin. Selama jalannya persidangan, kejanggalan terus terjadi. Misalnya, ketika PMJ hadirkan saksi ahli yang tidak kompeten dan tidak netral (cenderung berpihak pada PT EPH dan pensiunan POLRI).

 

Kejanggalan lain yang berhasil disadari oleh Hakim Arif Budi Cahyono adalah ketika PMJ hadirkan saksi fakta berinisial YT & NM, dimana keduanya kuasa hukum Dr. Farida pada perkara Peninjauan Kembali 2021 silam. Sadari kejanggalan, Hakim Arif Budi Cahyono menolak saksi tersebut karena terikat kode etik Advokat, sehingga tidak seharusnya jadi saksi fakta melawan Dr. Farida. Lucunya, penyidik malah jadikan kesaksian mereka yang tidak sah tersebut, sebagai saksi mahkota.

 

Dengan banyaknya kejanggalan tersebut, pada Sidang Pembacaan Putusan Praperadilan, secara

mengejutkan, menurut Hakim, bukti materiil yang diserahkan tim kuasa hukum Dr. Farida tidak

memenuhi syarat formiil, sehingga objek praperadilan dianggap tidak sah. Ironisnya, hakim

mengakui penyidik mengeluarkan satu SPDP saja, padahal kuasa hukum Dr. Farida berhasil

tunjukkan SPDP ada 2 versi. Tidak hanya itu, hakim pun akui kehadiran dua saksi fakta dari

penyidik yakni YT & NM, padahal keduanya diusir Hakim saat hendak beri kesaksian.

 

Menanggapi putusan ini,Kamaruddin Simanjuntak nyatakan kekecewaannya “3 tahun menjadi tersangka (atas tuduhan memberikan keterangan palsu), sedangkan Dr. Farida tidak pernah datang ke pengadilan untuk bersumpah,” ungkapnya, “Kok bisa Hakim tidak membandingkan dan melihat bukti surat dari Penyidik dengan yang kita? Padahal sudah jelas bukti yang Penyidik ajukan itu tidak sah,” lanjutnya.

 

Agustrias Andhika, tim kuasa hukum Dr. Farida, menyebut putusan praperadilan ini sebagai bukti dari “industri hukum”, di mana seseorang dengan

kekuasaannya dapat menjadikan orang yang tidak bersalah sebagai tersangka. Agustrias Andhika turut menyesali keputusan hakim yang memihak kepada pihak PMJ dan Kejaksaan. Kemudian, Dr. Farida turut berkomentar “Putusannya menolak semua.

 

Apakah tidak ada satu pun dari yang kami sampaikan adalah benar? Sudah ada 2 SPDP pun seharusnya sudah salah, tetapi dikatakan benar,” ujarnya. Terlebih lagi, Dr. Farida dan tim kuasa hukumnya pertanyakan hati nurani dan profesionalisme Hakim, yang terlihat tidak memihak masyarakat.

 

Meskipun gugatan Praperadilan ini ditolak, Dr. Farida dan tim kuasa hukumnya bertekad untuk

terus mencari keadilan melalui jalur hukum lainnya.

 

“Saya tidak akan menyerah karena ini bukan usaha untuk diri saya sendiri, tetapi juga untuk masyarakat yang menjadi korban PMJ, Konglomerat dan Pengembang Nakal” tegasnya. Mereka berharap bahwa kasus ini dapat menarik perhatian publik dan mendorong reformasi dalam sistem hukum untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum yang serupa di masa depan.

Continue Reading

Metro

Bakti Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) DHD45 DKI Jakarta : Kolaborasi Lintas Lembaga Bentuk Nyata Pelestarian Semangat Perjuangan Yang Diwariskan Para Pahlawan Bangsa

Published

on

By

Jakarta, — Dalam semangat memperingati nilai-nilai perjuangan dan kebangsaan, Dewan Harian Daerah Badan Pembudayaan Kejuangan 45 (DHD 45) DKI Jakarta menggelar kegiatan kolaboratif bersama berbagai organisasi yang bernaung di lingkungan Gedung Joang 45, Jakarta Pusat. Acara ini diselenggarakan bertempat Aula Gedung Juang 45 Jakarta.
Sabtu (8/11/2025)

Acara ini juga diisi dengan refleksi nilai-nilai kepahlawanan, kegiatan sosial, serta dialog kebangsaan yang menghadirkan tokoh-tokoh dari berbagai organisasi kepemudaan dan kebudayaan di bawah naungan Gedung Joang 45.

Dengan mengusung tema “Pahlawanku Teladanku, Terus Bergerak Melanjutkan Perjuangan”, kegiatan ini menjadi momentum penting untuk meneguhkan kembali semangat kejuangan generasi penerus bangsa.

Kegiatan kolaboratif ini mencakup dialog kebangsaan, pertunjukan budaya, pameran foto sejarah, serta kegiatan sosial, yang semuanya berlandaskan semangat juang dan nilai luhur para pahlawan nasional.

Melalui kegiatan ini, DHD 45 DKI Jakarta ingin menegaskan bahwa semangat kepahlawanan bukan hanya untuk dikenang, tetapi harus diteruskan dan diwujudkan dalam tindakan nyata di masa kini.

Ketua DHD 45 DKI Jakarta dalam sambutannya menegaskan.“Perjuangan para pahlawan tidak boleh berhenti di buku sejarah. Kita wajib menghidupkan kembali api semangat mereka dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kolaborasi lintas organisasi di lingkungan Gedung Joang 45 ini adalah bukti bahwa semangat juang tidak pernah padam.”

Kolaborasi ini juga menjadi bentuk nyata sinergi antarlembaga yang berbasis nilai kebangsaan, termasuk organisasi kepemudaan, komunitas budaya, dan lembaga pendidikan yang berada di sekitar Gedung Joang 45.

Semua pihak sepakat bahwa melanjutkan perjuangan para pahlawan berarti terus berkontribusi positif, menjaga persatuan, dan menghidupkan nilai kejuangan 45 dalam setiap langkah pembangunan bangsa.

Di tempat yang sama, Bakti, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) DHD45 DKI Jakarta, turut hadir dan memberikan apresiasi atas sinergi yang terbangun antarorganisasi di lingkungan Gedung Joang 45. Ia menegaskan bahwa kolaborasi lintas lembaga ini adalah bentuk nyata pelestarian semangat perjuangan yang diwariskan para pahlawan bangsa.

“Semangat juang tidak boleh berhenti di masa lalu. Hari ini kita melanjutkan perjuangan itu dalam bentuk pengabdian, pembelaan terhadap kebenaran, dan penguatan nilai-nilai kebangsaan,” ujar Bakti

Bakti juga menambahkan bahwa LBH DHD45 berkomitmen untuk terus hadir dalam perjuangan kemanusiaan dan keadilan sosial, selaras dengan nilai-nilai luhur yang diperjuangkan para pahlawan bangsa.

Dengan semangat tema “Pahlawanku Teladanku, Terus Bergerak Melanjutkan Perjuangan,” kegiatan ini diharapkan mampu menjadi inspirasi bagi seluruh elemen masyarakat untuk terus meneladani nilai pengorbanan, persatuan, dan tanggung jawab kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan ini diharapkan menjadi inspirasi bagi masyarakat, khususnya generasi muda Jakarta, untuk tidak melupakan sejarah dan terus meneladani semangat pengorbanan, kerja keras, serta cinta tanah air para pahlawan bangsa.

Continue Reading

Metro

Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Gelar Diskusi Panel Nasional “Reformasi Polri: Jalan Mengatasi Dwifungsi Polri”

Published

on

By

Jakarta,  – Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (IKA FH UKI) kembali menunjukkan kepeduliannya terhadap isu-isu hukum dan kenegaraan dengan menyelenggarakan Diskusi Panel Nasional bertajuk “Reformasi Polri: Jalan Mengatasi Dwifungsi Polri”. Kegiatan ini digelar sebagai wadah refleksi dan dialog konstruktif terkait arah pembenahan institusi kepolisian di Indonesia pasca dua dekade reformasi.

Diskusi yang dihadiri oleh akademisi, praktisi hukum, tokoh masyarakat, dan mahasiswa ini bertujuan menggali gagasan substantif mengenai bagaimana Polri dapat kembali ke khitahnya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat — sekaligus menjauh dari potensi peran ganda atau “dwifungsi” yang berisiko mengaburkan batas antara fungsi penegakan hukum dan politik kekuasaan.

Dorma Sinaga SH.MH Sekjen KA FH UKI, menyampaikan bahwa diskusi ini diharapkan menjadi ruang akademis yang mampu memberikan masukan konkret bagi pemerintah dan institusi kepolisian.

“Reformasi Polri bukan hanya soal struktur dan regulasi, tetapi juga tentang membangun kembali kepercayaan publik melalui integritas, profesionalisme, dan netralitas aparat,” ujar Dorma Sinaga SH.MH Sekjen KA FH UKI

Sejumlah narasumber terkemuka dihadirkan dalam forum ini, di antaranya [Nama-nama tokoh, misalnya akademisi hukum pidana, mantan perwira Polri, anggota DPR, dan pegiat HAM]. Para panelis membahas berbagai dimensi persoalan Polri saat ini—mulai dari aspek hukum dan kelembagaan, hingga tantangan politik dan sosial dalam menjalankan fungsi kepolisian di negara demokrasi.

Diskusi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi penting, di antaranya:

1. Perlunya pembenahan mendasar dalam tata kelola organisasi Polri agar lebih transparan dan akuntabel.
2. Pembatasan keterlibatan Polri dalam urusan politik praktis.
3. Penguatan fungsi pengawasan eksternal dan internal untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan.
4. Pengembalian fokus Polri pada pelayanan publik dan penegakan hukum yang berkeadilan

Kegiatan ini juga menjadi momentum bagi IKA FH UKI untuk menegaskan peran strategis alumni hukum dalam menjaga ruh reformasi dan mengawal supremasi hukum di Indonesia.

Kita ingin Polri yang modern, humanis, dan profesional — bukan Polri yang terjebak pada dwifungsi atau kepentingan kekuasaan,” tutup  Ketua Panitia

Melalui diskusi ini, IKA FH UKI berharap dapat mendorong lahirnya sinergi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat sipil dalam membangun institusi kepolisian yang benar-benar berorientasi pada kepentingan rakyat dan cita-cita reformasi.

Continue Reading

Metro

Dorma H. Sinaga Sekretaris Umum IKAFAH-UKI : Reformasi Polri Yang Berorientasi Profesionalisme, Akuntabilitas, dan Supremasi Hukum Dalam Hadapi Tantangan Dwifungsi Polri

Published

on

By

Jakarta, –  Sekretaris Umum Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (IKAFAH- UKI), Dorma H. Sinaga, menegaskan pentingnya reformasi Polri yang berorientasi pada profesionalisme, akuntabilitas, dan supremasi hukum dalam menghadapi tantangan dwifungsi Polri. Pernyataan itu disampaikan dalam Diskusi Panel bertajuk “Reformasi Polri: Jalan Mengatasi Dwifungsi Polri” yang digelar oleh IKAFAH- UKI di Gedung AB Universitas Kristen Indonesia, Cawang, Jakarta, Jumat (07/11/25).

Dorma  menambahkan Ini event yang diawali daripada rencana ke depan dari optimalisasi organisasi IKAFAH- UKI.  Kita ambil semua isu-isu yang terkait daripada kejadian bulan Agustus kemarin. Yang pertama kita ambil mengenai reformasi Polri. Habis itu kita akan bicara masalah kewenangan DPR dan keseimbangannya dengan DPD. Baru isu-isu yang lain ke belakang, terangnya.

Kita merasa bahwa IKAFAH -UKI itu bagian daripada reformasi.  Polri adalah anak kandung dari pada reformasi selain KPK, kewenangan Yudikatif yang kembali kepada Mahkamah Agung. Kebetulan kita  adalah pelaku sejarah langsung.  Kita merasa bahwa untuk meminimalisir dwi fungsi ABRI pada saat itu,  menghapuskan dwi fungsi ABRI pada saat itu kuncinya adalah di Polri, beber Dorma.

Bagaimana bisa terciptanya supremasi hukum. Itu awal daripada reformasi kita pada saat itu.  Sehingga diikuti oleh pemerintah-pemerintah pada saat itu, terakhir oleh Gus Dur yang melahirkan Undang-Undang No.2 tahun 2002 tentang kepolisian.

Waktu itu lanjut Dorma kita berharap bahwa di bawah Presiden, Polri bisa lebih mengedepankan penegakan hukum. Tapi ternyata setelah 23 tahun berjalan, kita lihat apalagi kejadian Agustus kemarin  kok krisis kepercayaan terhadap Polri dari hasil reformasi ini justru semakin menyusut. Krisis percayaan terus mendalam,

Dorma juga menyoroti bahwa reformasi Polri tidak dapat dilepaskan dari pembenahan sistem hukum dan budaya birokrasi di internal institusi. Menurutnya, peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan penguatan pengawasan publik harus menjadi bagian dari agenda reformasi yang berkelanjutan.

Transparansi dan akuntabilitas bukan hanya jargon. Harus ada mekanisme yang memungkinkan masyarakat turut mengawasi kinerja aparat, tanpa rasa takut atau tekanan,” tegasnya.

Mungkin dengan diskusi ini, kita bisa melahirkan pemikiran-pemikiran yang baik  dan nantinya akan kita jadikan naskah akademik untuk kita sumbangkan kedua tim reformasi yang dibentuk oleh Polri  dan yang dibentuk oleh Presiden. Jadi dua-duanya akan kita berikan.

Harapan kita seperti apa yang sudah tadi kita dengar sama-sama.  Kita berharap Polisi itu dapat kembali dalam cita-cita reformasi  menjadi Polisi yang humanis, Polisi yang mengedepankan kepentingan rakyat, Polisi yang mengedepankan penegakan hukum. Karena supremasi hukum itu ada di tangan mereka.

Mereka adalah penegak hukum terdepan yang dekat dengan masyarakat.  Kita berharap sebenarnya Polisi yang berpihak kepada rakyat, pungkasnya.

Continue Reading

Trending