Jakarta — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar forum Flagship Bidang PVML; National Forum of Financing Services and Microfinance 2025, di kawasan Gatot Subroto, Pancoran, Jakarta Selatan. Selasa (12/8/2025)
Forum ini menjadi ajang pertama berskala nasional yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan guna membahas beragam tema terkait pembiayaan, pembiayaan mikro (microfinance), serta isu-isu strategis lainnya.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menjelaskan bahwa forum ini bertujuan mendalami, mengkaji, merumuskan, serta meningkatkan komitmen para pelaku dan lembaga jasa keuangan dalam memperkuat kontribusi sektor pembiayaan terhadap perekonomian nasional.
“Kita ingin bersinergi untuk memperkuat pengembangan sumbangsih jasa pembiayaan secara menyeluruh, dan lembaga keuangan mikro secara spesifik, bagi pembangunan ekonomi,” kata Mahendra.
Ia menambahkan, forum ini juga menjadi sarana pertemuan, diskusi, dan deliberasi mendalam antara seluruh pemangku kepentingan di sektor pembiayaan, modal ventura, lembaga keuangan mikro, lembaga sui generis, serta institusi keuangan lainnya.
Mahendra menilai, kinerja sektor jasa keuangan dan pembiayaan di Indonesia terus meningkat dan semakin dibutuhkan. Pertumbuhan ini didorong oleh berbagai inovasi, kreativitas, dan terobosan dalam produk pembiayaan serta layanan keuangan.
“Namun, perkembangan ini juga menimbulkan risiko dan kompleksitas yang harus kita mitigasi dengan baik,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiranto menegaskan peran penting perusahaan pembiayaan dalam mendukung perekonomian, khususnya melalui pembiayaan produktif. Saat ini, jumlah debitur aktif perusahaan pembiayaan telah mencapai lebih dari 25 juta orang.
Menurut Suwandi, sebagian pembiayaan yang dilakukan bersifat refinancing atau daur ulang, seperti memanfaatkan BPKB kendaraan sebagai agunan. Ia mengimbau masyarakat memanfaatkan pembiayaan untuk tujuan produktif, bukan konsumtif.
“Mulailah dari yang sederhana. Kalau mau mewah, kerja dulu. Jadikan BPKB sebagai modal usaha—misalnya bisnis susu, tikar, atau membuka sekolah kecil di rumah,” ujarnya.
Suwandi menjelaskan, perusahaan pembiayaan menawarkan beragam skema, baik berbasis syariah maupun non-syariah, seperti murabahah, mudarabah, wakalah bil ujrah, hingga ijarah muntahiyah bit tamlik. Pilihan ini memungkinkan masyarakat menyesuaikan pembiayaan dengan prinsip yang mereka anut.
Ia menekankan bahwa perusahaan pembiayaan memiliki jaringan cabang yang luas dan dekat dengan masyarakat, sehingga memudahkan akses. Apabila debitur mengalami kesulitan, ia mendorong untuk segera berkomunikasi agar solusi dapat ditemukan.
“Kalau produktif pasti bisa bayar. Misalnya cicilan awal Rp500 ribu, mau diturunkan jadi Rp300 ribu, selama usaha tetap berjalan dan ada jaminan, kami bisa cari solusi,” jelasnya.
Suwandi menutup dengan pesan bahwa perusahaan pembiayaan seharusnya dilihat sebagai mitra, bukan lawan.