Connect with us

Metro

Poros Pelajar IPNU PII dan IPM Gelar Forum Diskusi Tema “Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis

Published

on

Jakarta, – Poros Pelajar yang terdiri dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Pelajar Islam Indonesia (PII), dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) menggelar forum diskusi bertajuk “Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis: Peran Pelajar untuk Generasi Sehat dan Cerdas” di Barocks Café & Restaurant, Jakarta, Minggu (24/8).

Acara ini menghadirkan berbagai narasumber lintas sektor, mulai dari pelajar, akademisi, asosiasi industri, hingga dunia usaha. Forum difokuskan pada evaluasi partisipatif terhadap pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang saat ini dijalankan pemerintah.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Wadah Makanan Indonesia (APMAKI) Ardy Susanto, menekankan pentingnya pemenuhan standar kemasan makanan ramah lingkungan dalam mendukung keberlanjutan program MBG.

“Program makan bergizi gratis tidak hanya soal kualitas gizi, tetapi juga bagaimana distribusi dan penyajiannya dilakukan dengan aman dan tidak menimbulkan persoalan lingkungan. Industri kemasan siap berkolaborasi menghadirkan solusi yang efisien dan ramah lingkungan,” ujarnya.

Sementara itu, perwakilan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Hasan Bazri, menyoroti peluang besar keterlibatan sektor swasta dalam memperkuat rantai pasok program. Ia menyebut MBG sebagai program dengan dampak ganda, baik bagi kesehatan pelajar maupun penguatan ekonomi lokal.

Berdasarkan data yang dipaparkannya, program ini telah menjangkau sekitar 7,18 juta siswa dengan kapasitas nasional 7,8 juta, dan target mencapai 8,4 juta penerima manfaat.

“Kalau dibandingkan dengan jumlah penduduk Singapura, cakupan program ini setara dengan hampir seluruh populasinya. Ini menunjukkan betapa strategis dan masifnya MBG,” ujar Hasan.

Menurut Hasan, MBG didesain dengan konsep modular karena menyangkut tiga aspek utama: kesehatan generasi muda, perputaran ekonomi lokal, dan penciptaan lapangan kerja. Ia mencontohkan, dalam satu kampung dengan 100 keluarga, kebutuhan pangan yang dipenuhi dari pasar lokal—mulai dari beras, daging, ikan, hingga sayuran—akan memicu perputaran ekonomi yang signifikan.

Dari sisi pembiayaan, Hasan menjelaskan bahwa skema MBG tergolong efisien. Dari alokasi sekitar Rp15.000, sebanyak Rp10.000 digunakan untuk ekosistem produksi pangan, Rp3.000 untuk biaya operasional dan insentif relawan, serta Rp2.000 untuk infrastruktur pendukung seperti listrik, air, dan internet. Relawan yang terlibat mendapatkan kompensasi Rp100.000–Rp150.000, namun tetap diposisikan sebagai bagian dari gerakan sosial, bukan pegawai tetap.

“Model ini melibatkan ribuan relawan dan kelompok masyarakat, sehingga tidak hanya menyehatkan pelajar, tapi juga membuka kesempatan kerja serta memberdayakan komunitas,” tambah Hasan.

Dari kalangan pelajar, perwakilan IPNU menekankan pentingnya pemerataan distribusi hingga pelosok, PII menyoroti kualitas gizi yang seimbang, sementara IPM menegaskan perlunya transparansi anggaran agar program berjalan akuntabel.

Poros Pelajar berharap forum ini dapat melahirkan rekomendasi strategis bagi pemerintah, sehingga Program Makan Bergizi Gratis tidak hanya menjadi program jangka pendek, melainkan strategi pembangunan jangka panjang dalam mewujudkan generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan berdaya saing.

Continue Reading

Metro

Mercy Chriesty Barends Anggota Fraksi PDI.P DPR.RI Hadiri Acara Dialog Publik “Hak Komunal dan Hak Ulayat Dalam RUU Masyarakat Adat”

Published

on

By

Jakarta, – Forest Watch Indonesia (FWI) bersama Koalisi Masyarakat Sipil kawal RUU Masyarakat Adat menyelenggarakan forum diskusi bertajuk dialog publik: Hak Komunal dan Haj Ulayat dalam RUU Masyarakat Adat digelar di Habitate Jakarta, Senin (25/08/25).

Kegiatan ini untuk membangun pemahaman bersama, mengidentifikasi tantangan teknis dan kelembagaan serta merumuskan rekomendasi kebijakan untuk mendorong pengesahan RUU Masyarakat Adat.

Sebagai salah nara sumber dalam dialog publik Anggota Fraksi PDIP DPR RI Mercy Chriesty Barends menyoroti hampir di seluruh wilayah Indonesia masyarakat adat mengalami pemanggilan kriminalisasi dan angka kasusnya bertambah terus menerus. Menjadikan orang orang kekurangan ruang hidupnya, imbuhnya.

Menurut Mercy penjaga hutan, penjaga pesisir laut adalah masyarakat adat yang menjaga ruang hidup. Kalau kita tidak melindungi masyarakat adat suatu saat terjadi keruntuhan peradaban. Dan ini sifatnya sistemik masif. Karena ijin ijin yang dikeluarkan telah merata di seluruh wilayah. Dan rata rata seluruh investasi baik tambang migas, infrastruktur dan investasi apapun berada di daerah pinggiran di masyarakat terisolir, bebernya.

Sebagai anggota DPR RI mestinya ada keberpihakan bersama dari semua anggota DPR RI untuk memikirkan nasib masa depan ruang hidup kita sebagai suatu bangsa. Peradaban kita harus kita jaga, masyarakat adat yang selama ini terpinggirkan harus kita selamatkan dan kita lindungi, terangnya.

Satu satunya cara dengan meloloskan RUU masyarakat adat ini menjadi UU yang definitif. Tentu memang adanya mekanisme mekanisme Parlemen yang harus dilalui. Harapan kita pihak parlemen sesama fraksi kemudian bisa memulihkannya secara serius. Dan antara DPR RI dengan birokrasi pemerintah pusat cq dengan kementerian Kementerian terkait memang ini harus duduk bersama dengan hati yang bersih dan hati yang jujur.

Saya kira bahwa seperti yang saya sampaikan di pembukaan, bahwa kita berupaya menuntaskan RUU masyarakat adat ini menjadi UU yang definitif. Ini adalah mandat untuk konstitusional dan ini bukan pilihan politik yang telah diatur dalam UUD 1945.

Melihat 10 tahun terakhir banyak izin Izin tambang yang dikeluarkan. Mestinya pemerintahan yang baru 100 hari ini berani merefleksikan seluruhnya izin izin tambang dan kemudian melakukan evaluasi.

Di satu sisi kita bertanggung jawab untuk kepentingan pendapatan negara yang harus berlanjut. Tetapi rakyat kecil termasuk masyarakat hukum adat tidak boleh dikorbankan. Mereka adalah subjek dari pembangunan ini.

Seluruh kebijakan kebijakan yang ditempuh sedapatnya dalam dasar pendekatan hak asasi manusia, pungkasnya.

Continue Reading

Metro

Prof. Dr.Dr.Rr. Catharina Dewi Wulansari, Ph.D., S.H. M.H., S.E, M.M. Hadiri Acara Dialog Publik “Hak Komunal dan Hak Ulayat Dalam RUU Masyarakat Adat”

Published

on

By

Jakarta, – Prof. Dr. Dr. Rr. Catharina Dewi Wulansari, Ph.D., S.H., M.H., S.E., M.M., Guru Besar Universitas Katolik Parahyangan Bandung sekaligus Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA), hadir sebagai narasumber utama dalam Dialog Publik “Hak Komunal dan Hak Ulayat dalam RUU Masyarakat Adat” yang diselenggarakan dilokasi Habitate  Jl. Setiabudi Utara No. 5, Jakarta Selatan Rabu (25/08/2025)

Dalam pemaparannya, Prof.Dr.Dr.Rr. Catharina Dewi Wulansari  Ph.D., S.H. M.H., S.E, M.M, menekankan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat bukan sekadar pengakuan formal, tetapi harus menjadi instrumen nyata untuk menjamin perlindungan hak-hak komunal dan ulayat yang selama ini terpinggirkan.

Menurut Prof. Dr.Dr.Rr. Catharina Dewi Wulansari Ph.D., S.H, M.H., S.E, M.M, selama ini masyarakat adat masih menghadapi berbagai tantangan struktural, seperti tumpang tindih kebijakan agraria, lemahnya pengakuan hukum adat dalam sistem hukum nasional, serta marjinalisasi akses terhadap sumber daya alam. Oleh karena itu, RUU Masyarakat Adat harus memberikan ruang bagi eksistensi hukum adat dalam kerangka hukum nasional yang setara dan bermartabat.

Sebagai Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA), Prof.Dr.Dr.Rr. Catharina Dewi Wulansari juga menegaskan pentingnya keterlibatan akademisi, terutama para. pengajar hukum adat, dalam proses legislasi agar RUU ini tidak semata-mata lahir dari perspektif negara, tetapi juga dari realitas sosial dan kearifan lokal masyarakat adat di seluruh Nusantara.

Dialog publik ini menjadi bagian dari upaya mendorong pembentukan regulasi yang inklusif, partisipatif, dan berpihak pada masyarakat adat sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa Indonesia.

Continue Reading

Metro

I Nyoman Parta. S. H Ketua Kelompok Fraksi PDIP Baleg DPR RI Hadiri Acara Dialog Publik Hak Komunal dan Hak Ulayat Dalam RUU Masyarakat Adat

Published

on

By

Jakarta, – Ketua Kelompok Fraksi PDI Perjuangan Badan Legislasi DPR RI, I Nyoman Parta, S.H, menghadiri dan menjadi narasumber utama dalam Dialog Publik bertajuk “Hak Komunal dan Hak Ulayat dalam RUU Masyarakat Adat” yang digelar sebagai bentuk keterbukaan dan partisipasi publik dalam proses legislasi.

Acara yang diselenggarakan oleh berbagai elemen masyarakat sipil ini menjadi wadah penting untuk memperdalam pembahasan mengenai pengakuan dan perlindungan hak-hak kolektif masyarakat adat atas tanah, wilayah, serta sumber daya alam mereka, sebagaimana diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat.lokasi Habitate Jakarta, Jl. Setiabudi Utara No. 5, Jakarta Selatan.Rabu (25/08/2025)

Dalam pemaparannya, I Nyoman Parta menegaskan komitmen PDI Perjuangan dan DPR RI untuk mendorong lahirnya payung hukum yang kuat, adil, dan berpihak pada masyarakat adat. “Hak komunal dan hak ulayat bukan sekadar isu tanah, tetapi menyangkut identitas, martabat, dan kelangsungan hidup komunitas adat yang telah lama terpinggirkan,” tegas Nyoman Parta.

Ia juga mengungkapkan bahwa proses pembahasan RUU ini terus melibatkan masukan dari para akademisi, tokoh adat, dan organisasi masyarakat sipil agar tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga kontekstual terhadap realitas di lapangan.

Dialog ini turut dihadiri oleh tokoh adat, perwakilan komunitas masyarakat adat dari berbagai daerah, serta pakar hukum agraria dan HAM. Para peserta menyambut baik kehadiran langsung wakil rakyat dalam diskusi, yang dinilai memperkuat jembatan komunikasi antara pembentuk undang-undang dan masyarakat.

Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk mempertegas arah keberpihakan negara terhadap masyarakat adat. Melalui RUU ini, diharapkan akan lahir perlindungan hukum yang nyata dan menyeluruh atas hak ulayat dan hak komunal, sebagai bagian dari keadilan sosial yang menjadi amanat konstitusi.

Continue Reading

Trending