Connect with us

Metro

Perumda Pembangunan Sarana Jaya Luncurkan Whistle-Blowing System

Published

on

Jakarta – Memperingati HAKORDIA 2021 (Hari Anti Korupsi Sedunia 2021) Perumda Pembangunan Sarana Jaya mengadakan diskusi dan launching Whistle-Blowing System di Novotel Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (9/12/2021).

Sarana Jaya berkomitmen untuk memupuk kepercayaan masyarakat melalui penguatan integritas seluruh elemen perusahaan, khususnya integritas insan Sarana Jaya sendiri.

Whistle-Blowing System itu adalah sistem yang mengelola pengaduan mengenai perbuatan melawan hukum, dan atau perbuatan tidak etis atau tidak semestinya yang dapat dengan mudahnya diakses di situs resmi Sarana Jaya www.sarana-jaya.co.id.

“Pengaduan tersebut nantinya, akan dijamin kerahasiaan pelapornya dan digunakan untuk mengoptimalkan peran serta karyawan Sarana Jaya dalam mengungkapkan pelanggaran yang terjadi di lingkungan perusahaan,”kata Direktur Utama Sarana Jaya, Agus Himawan.

Sarana Jaya sebelumnya telah meresmikan tatanan Good Corporate Governance (GCG) pada Desember 2020 lalu. Hal ini menjadi usaha Sarana Jaya untuk berbenah diri dalam hal kepatuhan untuk menjalankan proses bisnisnya sehari-hari.

Agus Himawan mengatakan, bahwa pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dalam kegiatan operasional sebuah Korporasi dapat dilakukan dengan berbagai cara oleh oknum internal perusahaan.

“Pelanggaran-pelanggaran ini dapat terjadi terhadap peraturan internal, maupun peraturan luar perusahaan yang berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum, maupun konsekuensi keuangan,” kata Agus Himawan.

Agus mengatakan ada beberapa poin terkait tujuan diluncurkannya Whistle-Blowing System Sarana Jaya ini.

Pertama adalah sebagai salah satu upaya menciptakan budaya Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang jujur dan bersih dari segala tindakan yang melanggar prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik, nilai-nilai dasar, kode etik, norma dan peraturan yang berlaku di Perusahaan serta hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia serta bagian dari komitmen

Perumda Pembangunan Sarana Jaya untuk mendukung program anti penyuapan.

Kedua, sebagai panduan bagi seluruh Insan

Perumda Pembangunan Sarana Jaya dalam memahami tata cara penyampaian informasi tentang dugaan penyimpangan atau pelanggaran yang berpotensi merugikan

Perumda Pembangunan Sarana Jaya dan perlindungan bagi pelapor dan pihak-pihak lain yang terkait dengan laporan tindak pelanggaran sesuai dengan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik.

Ketiga, memastikan laporan tindak pelanggaran ditindaklanjuti secara cepat dan tepat, dan keempat, mencegah dan mendeteksi terjadinya tindak pelanggaran melalui mekanisme deteksi dini (early warning system) dan menciptakan lingkungan dan situasi kerja yang kondusif, bersih dan bertanggung jawab.

Diskusi dan sharing pengalaman penerapan Whistle-Blowing System
Selanjutnya Momentum HAKORDIA 2021 ini menurut Agus juga sebagai titik balik penguatan integritas Sarana Jaya dalam membangun fungsi, strategi, dan sistem anti-fraud dan juga pelaksanaan program pengendalian gratifikasi yang dapat diakomodasi dengan sistem ini.

Selain acara launching Whistle-Blowing System Sarana Jaya ini, juga dilaksanakan diskusi dengan mengundang Kasatgas III Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), M. Soffan Hadi dan Governance and Corporate Affairs Department Head PT MRT Jakarta (Perseroda), serta Prima Margareth sebagai pembicara.

Continue Reading

Metro

Syofyan El Comandante Ketua Umum DPP SAKTI : Peran SBMI konsisten Lakukan Pendokumentasian Advokasi dan Pendampingan Terhadap Buruh Migran Indonesia

Published

on

By

Jakarta, 18 Desember 2025 – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia (DPP SAKTI), Syofyan El Comandante, menegaskan bahwa awak kapal transportasi Indonesia, khususnya yang bekerja sebagai buruh migran, masih menjadi kelompok pekerja yang paling rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia, eksploitasi kerja, hingga praktik perdagangan orang lintas negara.

Pernyataan tersebut disampaikan Syofyan El Comandante saat menjadi narasumber dalam acara Catatan Akhir Tahun (CATAHU) 2025 Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) yang digelar di Jakarta, Kamis (18/12/2025).

“Awak kapal migran Indonesia bekerja dalam sistem global yang sangat eksploitatif. Mereka menghasilkan keuntungan besar, tetapi hak-haknya justru diabaikan. Ini persoalan serius yang harus menjadi perhatian negara,” tegas Syofyan El Comandante.

Ia menjelaskan bahwa temuan-temuan yang dipaparkan dalam CATAHU 2025 SBMI menunjukkan pola pelanggaran yang terus berulang dari tahun ke tahun. Lemahnya pengawasan terhadap agen perekrutan dan perusahaan pelayaran, menurutnya, menjadi pintu masuk terjadinya praktik kerja paksa dan perdagangan orang.

Syofyan menekankan pentingnya reformasi tata kelola penempatan awak kapal, termasuk transparansi kontrak kerja, standar perlindungan keselamatan, serta akses keadilan bagi awak kapal yang menjadi korban pelanggaran.

“Negara tidak boleh kalah oleh kepentingan bisnis. Perlindungan buruh migran, termasuk awak kapal, adalah mandat konstitusi dan bagian dari penghormatan terhadap hak asasi manusia,” ujarnya.

Tanpa ketegasan Presiden dan keberanian pemerintah merombak sistem yang bermasalah, buruh migran akan terus menjadi korban. Negara tidak boleh absen,” pungkas Sofyan.

Lebih jauh, Syofyan mengapresiasi peran SBMI yang secara konsisten melakukan pendokumentasian, advokasi, dan pendampingan terhadap buruh migran Indonesia. Catatan Akhir Tahun SBMI dinilainya sebagai dokumen penting untuk membuka realitas gelap yang selama ini tersembunyi di balik industri migrasi tenaga kerja.

Acara CATAHU 2025 SBMI menjadi momentum refleksi atas situasi buruh migran Indonesia sepanjang tahun 2025, di tengah tekanan krisis ekonomi global, perubahan iklim, dan menguatnya jaringan bisnis internasional yang kerap mengorbankan pekerja migran.

Continue Reading

Metro

Hengki Ketua IMCAA : Perlunya Kehadiran Negara Yang Nyata dan Substansial Dalam Perlindungan Pekerja Migran

Published

on

By

Jakarta — Peluncuran Catatan Tahunan (Catahu) SBMI 2025 bertajuk “Jejak Gelap Migrasi di Rezim Ekonomi: Jaringan Bisnis Perdagangan Orang dan Runtuhnya Hak Asasi di Era Krisis Iklim” menjadi ruang refleksi penting atas kompleksitas persoalan migrasi tenaga kerja Indonesia.

Dalam forum tersebut, Hengki, Ketua Indonesian Manning & Crewing Agencies Association (IMCAA), hadir sebagai narasumber dan menegaskan perlunya kehadiran negara yang nyata dan substansial dalam perlindungan pekerja migran.

Menurut Hengki, berbagai tanggapan dari para penanggap dalam diskusi menunjukkan benang merah yang sama, yakni harapan agar pemerintah tidak hanya hadir secara simbolik. “Kehadiran negara itu tidak boleh berhenti pada seremoni atau sebatas regulasi tertulis. Implementasi di lapangan harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat,” tegasnya.

Ia menyoroti akar persoalan migrasi yang kerap diabaikan, yaitu kegagalan negara dalam menciptakan lapangan kerja yang layak di dalam negeri. “Banyak warga berangkat ke luar negeri bukan karena pilihan bebas, tetapi karena keterpaksaan ekonomi. Lapangan kerja yang ada sering kali tidak relevan dengan kebutuhan hidup masyarakat,” ujar Hengki.

Menurutnya, migrasi seharusnya menjadi sebuah pilihan sadar, bukan jalan terpaksa. Untuk itu, negara wajib hadir sejak hulu hingga hilir, mulai dari penyediaan lapangan kerja di dalam negeri, proses penempatan ke luar negeri, hingga perlindungan menyeluruh sesuai amanat undang-undang.

Dalam kesempatan tersebut, Hengki juga menekankan pentingnya perlindungan bagi pelaku penempatan, khususnya perusahaan awak kapal. Ia menilai perlindungan terhadap industri penempatan merupakan bagian tak terpisahkan dari perlindungan pekerja migran itu sendiri. “Pemerintah harus memiliki political will yang kuat dalam membangun hubungan dengan negara-negara penempatan. Jika industrinya sehat dan terlindungi, maka dampak positifnya akan langsung dirasakan oleh pekerja migran,” jelasnya.

Peluncuran Catahu SBMI 2025 ini diharapkan menjadi pengingat bahwa persoalan migrasi tidak bisa diselesaikan secara parsial. Diperlukan kehadiran negara yang konsisten, berkeadilan, dan berpihak pada perlindungan hak asasi manusia, terutama di tengah tantangan ekonomi global dan krisis iklim yang semakin kompleks.

Continue Reading

Metro

Filius Yandono Sekretaris Jenderal ASPATAKI : Pentingnya Evaluasi Pelaksanaan Penempatan Pekerja Migran Sebagai Upaya Konkret Mencegah Praktik Perdagangan Orang (TPPO)

Published

on

By

Jakarta — Sekretaris Jenderal ASPATAKI (Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia), Filius Yandono, menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan penempatan pekerja migran sebagai upaya konkret mencegah praktik perdagangan orang (TPPO). Hal tersebut disampaikannya saat menjadi narasumber dalam Peluncuran Catatan Tahunan (CATAHU) SBMI 2025 bertajuk “Jejak Gelap Migrasi di Rezim Ekonomi: Jaringan Bisnis Perdagangan Orang dan Runtuhnya Hak Asasi di Era Krisis Iklim”.

Menurut Filius, perusahaan penempatan memiliki tanggung jawab strategis dalam membantu masyarakat mendapatkan pekerjaan yang layak dan aman di luar negeri. Momentum peluncuran CATAHU SBMI 2025 dinilainya penting sebagai ruang refleksi sekaligus evaluasi bagi pelaksana penempatan (P3).

“Kami dari pelaksana penempatan memiliki tugas utama membantu mencarikan dan menempatkan pekerja. Melalui kegiatan ini, kami mendapatkan banyak catatan penting yang akan menjadi bahan evaluasi untuk memperbaiki kinerja dan tata kelola penempatan ke depan,” ujar Filius.

Ia menjelaskan, keterbatasan lapangan kerja layak di dalam negeri mendorong sebagian masyarakat Indonesia memilih bekerja ke luar negeri. Namun, di tengah kondisi tersebut, tidak sedikit yang justru terjebak dalam penipuan dan menjadi korban TPPO akibat proses nonprosedural.

“Dengan memperbaiki diri dari sisi pelaksana penempatan baik dari kinerja, tata kelola, hingga mekanisme job screening kami berharap dapat membantu warga negara Indonesia agar tidak terjebak dalam praktik penipuan dan perdagangan orang,” tegasnya.

Filius juga mengungkapkan bahwa secara nasional, P3 telah memberikan kontribusi signifikan dalam penempatan pekerja migran Indonesia, yakni mencapai 80,4 persen. Meski demikian, ia mengakui masih banyak masyarakat yang belum memahami peran dan keberadaan P3 secara utuh.

Kami sudah memiliki pengalaman cukup panjang dan berkontribusi besar. Ke depan, setelah pembenahan internal dan sosialisasi diperkuat, kami juga ingin memberikan masukan kepada pemerintah, khususnya agar proses keimigrasian menjadi lebih cepat, murah, dan aman,” tambahnya.

Ia berharap stigma bahwa proses bekerja ke luar negeri secara prosedural itu rumit, mahal, dan berbelit-belit dapat dipatahkan. Dengan sistem yang lebih efisien dan transparan, masyarakat akan terdorong memilih jalur resmi yang memberikan perlindungan hukum dan kepastian kerja.

“Harapan kami, semakin banyak calon pekerja migran yang memilih jalur prosedural, sehingga perlindungan terhadap hak-hak mereka dapat benar-benar terwujud,” pungkas Filius.

Continue Reading

Trending