Connect with us

Metro

BRIN Gelar Seminar Nasional Tema : Mendorong keuangan Pusat- Daerah Yang Adil & Bertanggung Jawab

Published

on

Jakarta – Sejak pertama kali diterapkan pada tahun 1999 melalui UU. No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, berbagai pengaturan tentang hal tersebut telah diubah. Perubahan tersebut karena pemerintah menganggap bahwa tata kelola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah perlu diperkuat dalam rangka menciptakan alokasi sumber daya nasional secara lebih adil, efisien, efektif, dan akuntabel.

Regulasi terbaru tentang desentralisasi fiskal adalah UU. No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Regulasi ini menandai pelaksanaan dan Pemerintah Daerah. perubahan signifikan bagi tata kelola keuangan daerah dibanding dengan UU. No. 33/2004 dengan perihal yang sama. Perubahan tersebut memberi kewenangan bagi daerah untuk mengatur secara lebih mandiri bidang penerimaan daerah (pajak daerah dan retribusi daerah), pengelolaan belanja daerah, pembiayaan daerah, dan pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional.

Di saat bersamaan, upaya perbaikan hubungan keuangan pusat-daerah berhadapan dengan berbagai tantangan dan masalah. Di antara tantangan tersebut adalah kecenderungan rresentralisasi politik dan pemerintahan. Terdapat apatisme publik bahwa perbaikan skema hubungan keuangan pusat-daerah tidak mampu mengatasi kecenderungan resentralisasi. Bahkan, terdapat anggapan dari sebagian kalangan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal yang baru melalui UU. No. 1/2022 belum memperbaiki keberpihakan bagi daerah.

Bapak, Ibu, Hadirin yang Berbahgia.
Alih-alih menciptakan redistribusi pendapatan nasional supaya lebih adil, yang terjadi justru menciptakan situasi keuangan negara yang timpang antara pusat dengan daerah. Beberapa kasus menunjukkan bahwa daerah masih mengeluhkan mengenai Dana Bagi Hasil yang tidak berpihak kepada mereka. Beberapa kebijakan nasional yang tidak langsung berkaitan dengan fiskal pada kenyataannya juga membawa kerisauan bagi daerah.

Sebagai contoh penetapan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang berdampak pada pendapatan daerah sekitar yang berkurang sebagai akibat dari kawasan potensi ekonomi mereka yang beralih masuk ke wilayah IKN. Selain problem tersebut, persoalan atau tantangan yang Cukup serius adalah ketergantungan fiskal daerah yang tinggi terhadap pemerintah pusat Kehadiran daerah Otonom baru semakin memberi tantangan atas persoalan Ini. Tantangan untuk daerah initidak hanya bagaimana mendorong pendapatan asli daerah, tetapi juga reformulasi transfer ke daerah (TKD) terutama penghitungan berbasis kinerja.

Terlepas dari persoalan tersebut, beberapa peluang dapat terus diupayakan untuk memperkuat kemampuan fiskal daerah. Diantara peluang tersebut adalah dorongan akselerasi investasi di daerah, optimalisasi kerja sama daerah untuk menggerakkan ekonomi regional, dan mengarahkan inovasi daerah yang dapat mendorong pertumbuhan pendapatan asli daerah.

Peralihan implementasi UU No.1/2022 merupakan momentum yang tepat bagi lembaga kunci pusat dan daerah untuk mendiskusikan persoalan, tantangan, dan sekaligus peluang hubungan keuangan pusat-daerah. Harapannya, diskusi tersebut dapat membantu penyusunan segala instrument kebijakan yang sedang dan akan disusun oleh pusat dan daerah, sehingga hal ini mampu mengakselerasi hubungan keuangan pusat dan daerah yang lebih adil dan bertanggung jawab.

Penelitian terkait Dampak Keberadaan Ibu Kota Nusantara Terhadap Potensi Penerimaan dan Pengeluaran Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan penelitian kerjasama antara Pusat Riset Pemerintahan Dalam Negeri,Organisasi Riset Tata Kelola Pemerintahan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kabupaten Kutai Kartanegara memberikan gambaran bahwa tentang IKN yang kebijakannya dibuat terkesan tergesa-gesa, tanpa melibatkan partisipasi daerah mitra secara memadai (Katharina & Nainggolan,2022), hadirnya IKN berpotensi menimbulkan persoalan, khususnya terkait keuangan daerah mitra. Oleh karena Itu, potensi kehilangan pendapatan Kabupaten Kutal Kartanegara bisa dikatakan menjadi sebuah persoalan yang tidak terpikirkan sebelumnya oleh para pembuat kebijakan.

Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2022, Kabupaten Kutai Kartanegara menjadi daerah mitra yang sebagian wilayahnya masuk ke dalam wilayah IKN. Adapun wilayah yang menjadi bagian dari wilayah IKN terdiri dari 6 (enam) kecamatan, yaitu Kecamatan Samboja, Kecamatan Samboja Barat, Sebagian Kecamatan Muara Jawa, sebagian Kecamatan Loa Kulu, sebagian Kecamatan Loa Janan, dan sebagian Kecamatan Sanga-Sanga. Keenam wilayah kecamatan ini memiliki sumber pendapata yang potensial bagi Kabupaten Kutai Kartanegara terutama Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sektor pertambangan dan migas.

Dengan bergabungnya 6 (enam) wilayah kecamatan ke dalam wilayah IKN tersebut, mengakibatkan
berkurangnya sumber pendapatan daerah Kutai
Kartanegara yang berasal dari Dana Bagi Hasil (DBH),
yang diperkirakan mencapai 1,985 triliun per tahun (Bappenda Kutai Kartanegara, 2023). Dengan berkurangnya potensi pendapatan (potencial loss) tersebut diindikasikan akan berdampak pada kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten Kutai Kartanegara.

Dari perspektif pelaksanaan desentralisasi fiskal, sesuai amanat UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Pemerintah Pusat memberikan kewenangan bagi daerah untuk lebih mandiri bidang penerimaan
mengatur secara retribusi daerah (pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sebagian sumber dari PAD), pengelolaan belanja daerah, pembiayaan daerah, dan pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional. Secara teori, desentralisasi fiskal bertujuan untuk memenuhi aspirasi daerah menyangkut penguasaan atas sumber-sumber keuangan negara, mendorong akuntabilitas dan transparansi pemerintah daerah, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah, mengurangi ketimpangan antardaerah, menjamin terselenggaranya pelayanan publik minimum di setiap daerah, dan pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan Masyarakat secara umum (Nurhemi & Suryani 2015). Pernyataan tersebut merujuk pada tiga fungsi pemerintah, yaitu fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Beberapa kesimpulan awal dari hasil penelitian yang telah dilakukan diantaranya:

1. Hadirnya Ibu Kota Nusantara membawa dampak berkurangnya luas wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar 162.597,8 ha,

2. Dampak IKN terhadap potensi Kabupaten Kutai Kartanegara dapat mencapal Rp5,8 T dengan kehilangan terbesar bersumber dari DBH Migas
sebesar kurang lebih Rp1,5T, sedangkan sumber lainnya lain-lain Pendapatan
pendapatan dari pajak daerah (Rp18M): lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah (Rp47,5M): DBH Minerba (Rp520M): DBH Migas(Rp1.5T): DAK Fisik (Rp89 M): Dana Desa (Rp32M):, dan investasi aset (Rp4 T).

3. Dampak IKN terhadap potensi pengeluaran Kabupaten Kutai Kartanegara mencapal Rp 599,203,696,139 yang bersumber dari alokasi anggaran di 6 kecamatan.

4. Selain dampak ekonomi, kehadiran IKN juga berdampak terhadap aspek politik, sosial, teknologi, lingkungan, dan hukum. Dampak keseluruhan dapat
terjadi baik untuk hal yang positif maupun negatif. 5. Selama ini belum terbangun komunikasi yang intensif antara Otorita Ibu Kota Nusantara dengan
Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai. Kartanegara. Hal ini mengakibatkan banyak timbul praduga yang dapat
menciptakan distrust terhadap pembangunan IKN.

Semoga dalam kesempatan ini dapat diskusikan arah kebijakan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, baik terkait masalah, tantangan, dan peluang implementasi
kebijakan keuangan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah: serta informasi dan aspirasi
pemerintah daerah tentang masalah-masalah yang muncul pasca implementasi UU. No. 1/2022 ini dapat terserap informasinya. Karena :

1. Dalam jangka pendek (tahun 2024) memang
tidak ada dampak yang signifikan dari kehadiran IKN kepada Kabupaten Kutai Kartanegara. Penerimaan dari DBH Migas dan Minerba masih tetap dialokasikan untuk Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Demikian pula DAK Fisik. Hanya saja Pemerintah Daerah alokasi Kartanegara sudah harus segera Kabupaten Kutal mengesahkan Perda tata ruang yang baru.

2. Dalam jangka menengah (2024-2029) diasumsikan Pemerintahan Otorita IKN sudah berjalan, sehingga akan terjadi pengurangan dari sektor DBH Migas dan minerba. Menghadapi hal ini, Pemerintah Kutai Kartanegara harus menyampaikan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri terkait potensi kehilangan dari DBH migas danminerba yang cukup signifikan mengganggu pembangunan di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara. Dengan perhatian dari Pemerintah Pusat diharapkan ada penyesualan terhadap besaran DAU yang diterima. Dalam jangka menengah ini berbagai kebijakan yang mendorong kesiapan Kabupaten Kutai Kartanegara menghadapi perkembangan IKN sudah dapat disusun dan diterapkan. Misalnya mengusulkan Kerjasama
pengelolaan bagi hasil antara Otorita Ibu Kota Nusantara, Pertamina, dan Pemerintah Kabupaten Kutai Kertanegara:

3. Dalam jangka panjang (tahun 2024 dan seterusnya), kehadiran IKN perlu dijadikan sebagai akselerasi transformasi perekonomian Kabupaten Kutai Kartanegara. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan:

a. Pengelolaan kerjasama pembangunan jalan tol baru untuk membuka akses jalan dan jembatan yang menghubungkan Tenggarong Ke ibu Kota Nusantara guna menumbuhkan pusat-pusat ekonomi yang selama
Ini terisolir.

b. Membangun kota satelit atau kota baru untuk meningkatkan pajak dan retribusi daerah dengan
bantuan Otorita IKN dalam menggandeng investor: C. Membangun pusat-pusat kawasan pariwisata yang berskala nasional atau internasional seperti Taman
Mini Indonesia Indah: Taman Impian Jaya Ancol, Taman Wisata Safari dan lain sebagainya yang kesemuanya itu untuk memperoleh pajak dan retribusi daerah sebagai pengganti penerimaan yang hilang,

4. Untuk mendapatkan perhatian dari Pemerintah
Pusat, Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur dapat menjadi fasilitator bagi terbukanya komunikasi dan koordinasi yang intensif antara Otorita Ibu Kota Nusantara dengan Kabupaten Kutai Kertanegara sebagai daerah mitra

5. Untuk meningkatkan PDRD salah satunya dapat
dilakukan dengan dukungan smart administrasi melalui digitalisasi pembayaran PDRD dan penyusunan peraturan daerah yang berpihak kepada dunia usaha.

Continue Reading

Metro

DE-CIX Indonesia Raih Dua Penghargaan Bergensi di TOP DIGITAL AWARDS 2025 Pengakuan atas Implementasi Kelas Digital Dunia untuk Ekosistem Teknologi Indonesia

Published

on

By

DE-CIX Indonesia meraih dua penghargaan prestisius pada ajang TOP DIGITAL AWARDS 2025, yaitu TOP Leader on Digital Implementation 2025 dan TOP DIGITAL #Stars 5 (2025). Penghargaan ini diberikan kepada organisasi yang dinilai berhasil mengimplementasikan teknologi digital secara unggul, efektif, dan berkontribusi pada kemajuan ekosistem digital nasional.4 Desember 2025

TOP DIGITAL AWARDS 2025, yang diselenggarakan oleh IT Works, merupakan salah satu ajang penghargaan ICT terbesar di Indonesia. Acara ini dihadiri oleh perwakilan menteri, lembaga pemerintah, asosiasi industri, dan para pemimpin transformasi digital dari berbagai sektor. Tahun ini, Ilham Habibie, Ketua Dewan TIK Nasional (Wantiknas), hadir sebagai Keynote Speaker.

Dalam keynote-nya, Ilham menekankan pentingnya kesiapan Indonesia dalam menghadapi percepatan teknologi disruptif:
“AI akan semakin kokoh di industri teknologi dunia pada tahun 2024 dan diperkirakan akan terus berlanjut pada tahun 2025 dan seterusnya.

Teknologi-teknologi game changer seperti AI, quantum computing, cybersecurity, robotics, 5G, IoT, AR, blockchain, dan cloud computing akan menjadi fondasi utama ekonomi digital.” jelas Ilham Habibie, Ketua Wantiknas
Dua penghargaan yang diterima DE-CIX merupakan apresiasi atas keberhasilan perusahaan dalam menghadirkan layanan interkoneksi berstandar global yang mendukung transformasi digital berbagai sektor di Indonesia.

Sebagai Internet Exchange dengan platform berteknologi tinggi, DE-CIX dinilai telah memberikan kontribusi nyata melalui implementasi digital yang stabil, aman, dan scalable, yang penting bagi pertumbuhan layanan digital modern.

Dalam kesempatan penerimaan penghargaan, Thomas Dragono, Direktur DE-CIX Indonesia, menyampaikan penghargaan dan komitmen perusahaan:
“Penghargaan ini adalah kehormatan bagi DE-CIX dan menjadi bukti nyata

Continue Reading

Metro

Prof. Dr. Aris Badara, S.Pd., M.Hum., Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan : Warisan Budaya Takbenda Diusulkan dan Ditetapkan Dapat Terus Bertambah Sesuai Dengan Arahan Pemerintah Pusat

Published

on

By

Jakarta, 15 Desember 2025, —  Provinsi Sulawesi Tenggara kembali menorehkan prestasi membanggakan di tingkat nasional dengan meraih Penghargaan Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2025. Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk pengakuan atas komitmen pemerintah daerah dan masyarakat dalam menjaga, melestarikan, serta mengembangkan kekayaan budaya lokal yang menjadi identitas daerah.

Penghargaan tersebut menjadi bukti bahwa berbagai tradisi, pengetahuan, serta ekspresi budaya yang hidup di tengah masyarakat Sulawesi Tenggara masih terawat dan terus diwariskan dari generasi ke generasi. Upaya pelestarian ini dinilai sejalan dengan arah kebijakan pemerintah dalam memperkuat kebudayaan nasional di tengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi.

Dalam wawancara awak media Prof. Dr. Aris Badara, S.Pd., M.Hum., Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menyampaikan harapan agar ke depan jumlah Warisan Budaya Takbenda yang diusulkan dan ditetapkan dapat terus bertambah, sesuai dengan arahan pemerintah pusat. Lebih dari sekadar angka, proses ini dipandang sebagai bagian penting dalam mengingatkan seluruh elemen masyarakat akan nilai dan jati diri budayanya sendiri.

“Budaya lokal harus terus dijaga agar tidak tergerus oleh perkembangan teknologi. Kemajuan zaman memang penting, namun budaya memiliki peran yang tidak kalah penting sebagai fondasi karakter, identitas, dan kebanggaan daerah,” ungkapnya.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara berkomitmen untuk terus mendorong berbagai program pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Warisan Budaya Takbenda, termasuk menjadikannya sebagai potensi penguatan ekonomi budaya dan daya tarik pariwisata berbasis kearifan lokal.

Penghargaan ini diharapkan menjadi pemantik semangat bagi seluruh pemangku kepentingan pemerintah, komunitas budaya, akademisi, dan generasi muda—untuk bersama-sama menjaga warisan leluhur agar tetap hidup, relevan, dan berkelanjutan di masa depan.

Continue Reading

Metro

Dr. I Gede Arya Sugiartha Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Meraih Penghargaan Warisan Budaya Takbenda Indonesia dari Kemenbud

Published

on

By

Jakarta , 15 Desember 2025 — Provinsi Bali kembali prestasi nasional dengan meraih Penghargaan Warisan Budaya Takbenda Indonesia dari Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenbud). Pada tahun ini, Bali berhasil menetapkan 24 Warisan Budaya Takbenda (WBTb), dari total 26 usulan yang diajukan, dengan dua usulan lainnya masih dalam tahap pendalaman kajian.

Pemerintah Provinsi Bali menegaskan bahwa penetapan WBTb bukan sekadar pengakuan administratif, melainkan tanggung jawab berkelanjutan untuk menjaga keberlangsungan dan kemajuan budaya Bali di tengah perubahan zaman.

“Kami dari Bali tahun ini ditetapkan 24, dari 26 yang kami usulkan. Dua di antaranya masih ditunda karena memang harus melalui kajian mendalam. Setelah ditetapkan, harus ada jaminan program yang jelas,” ujar Dr. I Gede Arya Sugiartha Kepala Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi Bali.

Lebih lanjut dijelaskan, terdapat dua fokus utama pascapenetapan warisan budaya takbenda. Pertama, penguatan agar warisan budaya tetap hidup, dan kedua, mendorong kemajuan budaya tersebut agar relevan dengan perkembangan zaman.

“Kita tidak hanya menguatkan, tetapi juga memajukan. Bahkan bila perlu, kita bangun ekosistem baru. Banyak warisan budaya yang tidak mungkin lagi hidup di ekosistem lama, sehingga tugas pemerintah daerah adalah menciptakan ekosistem yang baru,” jelasnya.

Sebagai contoh, permainan tradisional anak-anak yang dahulu hidup di ruang terbuka kini sulit dijumpai di kawasan perkotaan. Untuk itu, pemerintah menghadirkan inovasi dengan mengemasnya dalam bentuk seni pertunjukan atau seni dolanan, sehingga tetap lestari dan diminati generasi muda.

Di sisi lain, warisan budaya yang masih hidup kuat dalam ekosistem tradisi tetap terus dilestarikan, seperti Galungan dan Kuningan yang telah menjadi ritual masyarakat Bali setiap enam bulan sekali bagi umat Hindu.

Dengan adanya penetapan ini, masyarakat Bali diharapkan semakin bangga terhadap budayanya yang telah diakui oleh negara. Salah satu contoh adalah Hari Raya Nyepi, yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia pada tahun 2023.

“Nyepi sudah ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia, dan saat ini kami sedang mengusulkan melalui kementerian agar Nyepi dapat ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia,” tambahnya.

Penghargaan ini menjadi bukti nyata komitmen Provinsi Bali dalam menjaga identitas budaya sekaligus menegaskan peran aktif pemerintah daerah dalam melestarikan warisan budaya bangsa untuk generasi mendatang.

Continue Reading

Trending