Jakarta – Dunia saat ini sedang bergulat dengan triple planetary crisis yang mengacu pada perubahan iklim, keanekaragaman hayati, serta polusi dan limbah. World Economic Forum dalam Global Risks Report (2023) menyatakan krisis tersebut menjadi momentum mempercepat transisi energi dan menuju ekonomi hijau.
Transisi energi disinyalir dapat mengurangi emisi CO2 hingga 70 persen pada 2050. Namun, Indonesia menghadapi tantangan trilema energi untuk mencapai kemandirian energi nasional.
Menyikapi hal ini, PT Pertamina (Persero) bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melakukan penandatangan kerja sama (MoU) untuk pengembangan kebijakan energi berkelanjutan. Mou dilakukan di Gedung Bappenas, Jakarta pada Senin (10/6/2024).
“Kebutuhan energi tidak bisa hanya dengan cara yang sudah-sudah, tetapi dengan cara-cara yang bersamaan dengan concern terhadap triple planetary crisis.
Hari ini peran minyak dan gas bumi sebagai energi primer kita masih besar, masih 30 persen untuk minyak, dan 16 persen untuk gas bumi namun kita seakan-akan hanya mengandalkan ini saja,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa
“Untuk itu, pengembangan minyak dan gas bumi ke depannya perlu inovasi bagaimana kita bisa menghasilkan energi yang rendah emisi,” imbuhnya.
Trilema energi mengacu pada ketahanan energi, affordability, dan sustainability. Laporan World Energy Council (2024) menunjukkan negara yang berhasil mengelola ketahanan energi adalah yang mampu menyeimbangkan ketiga aspek trilema energi.
Artinya, strategi ketahanan energi tidak hanya fokus pada aspek ekonomi dan teknis, tetapi juga harus mempertimbangkan dampak lingkungan jangka panjang.
“Saya juga ingin apresiasi Pertamina untuk membentuk Pertamina Sustainibility Expert sebagai hub education and training center, dan hari ini kita akan tanda tangani kerja sama itu, utamanya untuk memperkuat ketahanan energi dan mempercepat hilirisasi migas yang environment-friendly dan juga menjanjikan kesejahteraan,” jelas Suharso.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, juga menekankan pentingnya aspek keberlanjutan dalam kolaborasi.
“Saya mengucapkan terima kasih karena nanti kami bukan hanya bisa align dengan RPJPN dan RPJMN, namun ada juga PKS yang dari sisi implementasi.
Bukan hanya penyusunan kebijakan yang kami align-kan, tapi kami juga ikut aktif dalam implementasi perencanaan kebijakan tersebut,” ungkap Nicke.
PKS ini menegaskan pentingnya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainability Development Goals (TPB/SDGs) dalam proses bisnis Pertamina, yang diwujudkan melalui pelaksanaan Environmental, Social, and Governance (ESG) dan TPB/SDGs yang terintegrasi dalam Pertamina Sustainability Expert.
Untuk meningkatkan efisiensi dan inovasi berkelanjutan, kerja sama ini juga melingkupi pemanfaatan teknologi dan peningkatan kualitas SDM.
“Ini adalah awal perjalanan kita bersama yang akan kita detailkan menjadi langkah konkret yang bisa mewujudkan dan mempercepat penyerapan tenaga kerja yang semakin banyak untuk meningkatkan PDB Indonesia, sekaligus membawa kita menuju Indonesia Emas 2045,” tutup Nicke.