Connect with us

Metro

Para Lelaki Pun Dukung RUU TPKS: Harus Segera Disahkan Sebab Satu Korban Saja Terlalu Banyak!

Published

on

JAKARTA – 14 Januari 2022 -Di antara para aktivis perempuan yang hadir dalam pertemuan dengan Ketua DPR RI Puan Maharani pada Rabu (11/1/2022) pekan ini, dua lelaki muda berbalut jaket almamaternya duduk menyimak. Mika Simon Sibarani yang hadir bersama seorang rekannya dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegero sempat pula menyampaikan pendapat tentang Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). “Kasus kekerasan seksual terus meningkat eskalasi kasusnya di masyarakat, termasuk di kampus. Jadi kami sangat mendukung dan mengapresiasi penuh RUU TPKS yang menjadi RUU Inisiatif DPR sebab kita butuh RUU TPKS untuk menciptakan ruang aman yg bebas kekerasan seksual. Kami mendukung adanya keterbukaan dan pelibatan masyarakat dalam pembahasan RUU TPKS ini, kata Mika.

Kehadiran dua pemuda dalam dengar pendapat bersama para aktivis perempuan itu, mendapat perhatian dari Puan. “Baik sekali kalau semua, termasuk kaum lelaki juga ikut concern soal RUU TPKS, karena ini sebenarnya bukan hanya masalah perempuan dan anak, tapi masalah bangsa,” kata Puan.

Mika tentu bukan satu-satunya pria yang memiliki kepedulian atas dinamika yang terjadi terhadap perjalanan RUU TPKS ini. Ada banyak pria yang juga mendukung disahkannya RUU TPKS tersebut karena persoalan kekerasan seksual juga bisa dialami pria.

Menurut catatan Komnas Perempuan, ada 1 dari 10 laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual. Dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Legislatif (Baleg) DPR pada Februari 2021 silam, Direktur Eksekutif Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Dio Ashar pernah menyampaikan hasil studi kuantitatif yang dilakukan oleh organisasinya dan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) yang melaporkan 33,3 persen laki-laki pernah mengalami kekerasan seksual. Meski tidak sebanyak kasus kekerasan seksual terhadap perempuan yang jumlahnya mencapai lebih dari 66%, jumlah tersebut menjadi sangat signifikan bila merujuk pada perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) bahwa satu korban kekerasan sudah terlalu banyak.

Apresiasi atas pernyataan Puan yang menyatakan akan segera mengesahkan RUU TPKS sebagai RUU Inisiatif DPR juga dilontarkan oleh Usman Hamid Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia. “Saya mengapresiasi langkah Ketua DPR jika pekan depan menetapkan RUU ini sebagai usul inisiatif yang diprioritaskan dan segera disahkan,” kata Usman. Menurutnya, banyak sekali warga masyarakat yang sudah berada dalam keadaan darurat kekerasan seksual. Usman bercerita bahwa Jumat (14/1) dini hari tadi saja, ia baru tiba dari perjalanan darat luar kota untuk membantu seorang perempuan yang baru mengalami kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. “Cukup parah. Bukan hanya kekerasan fisik biasa, atau kekerasan verbal dan mental saja. Tetapi nyaris semuanya, termasuk kekerasan seksual. Sang istri juga dipisahkan dari anak perempuan yang kini dibawa oleh suami tanpa kejelasan nasib anak dan lokasi keberadaannya. Kami sudah lapor ke pihak kepolisian, Polda Jabar dan Bareskrim, semoga ada tindakan hukum. Sebulan lalu saya membantu seorang ibu yang anaknya menjadi korban kekerasan seksual di sebuah pesantren,” katanya.

Kondisi bahwa Indonesia mengalami kondisi darurat kekerasan seksual dan karenanya RUU TPKS menjadi sebuah urgensi untuk segera disahkan juga disampaikan oleh aktivis kesetaraan dan keragaman yang juga akademisi dari Departemen Ilmu Politik FISIP UI, Nur Iman Subono Ia dengan tegas mengatakan mendukung disegerakannya pengesahan RUU TPKS ini. “Apalagi RUU yang begitu urgen ini sudah tertunda lebih dari satu tahun,” katanya. Menurutnya, meski memang prioritas dan fokus penangan kekerasan seksual saat ini cenderung lebih berfokus untuk perempuan, sejatinya korban dan pelaku bisa siapa saja. “Jadi jelas, RUU ini sebenarnya buat kemaslahatan orang banyak,” cetusnya.

Politisi Budiman Sudjatmiko pun menyampaikan hal yang sama terkait perkembangan RUU TPKS ini. “Menurut saya, sudah benar yang dikatakan Ketua DPR bahwa RUU TPKS ini harus disegerakan. Kekerasan seksual yang terjadi yang biasanya disebabkan oleh hubungan relasi kuasa yang tidak setara ini rentan terjadi di lembaga apa pun. Sekuler, keagamaan, sipil, militer, bahkan keluarga. Apalagi, kasus kekerasan umumnya bersifat seperti gunung es. Yang muncul di permukaan hanya sebagian kecilnya saja, sementara kasus lain yang jumlahnya jauh lebih banyak, terkubur di bawah permukaan,” katanya.

Budiman dan Usman juga mengingatkan, perlunya memperhatikan dan melindungi kepentingan korban dalam setiap kasus kekerasan yang terjadi. Perlindungan korban ini pula yang menurut Usman, menjadi alasan perlunya RUU TPKS segera disahkan. “Terlalu lama penderitaan masyarakat kita berjalan tanpa perlindungan Negara dalam kasus kekerasan seksual. RUU ini hendak memberi landasan hukum bagi masyarakat untuk mendapatkan perlindungan negara. Sebab penindakan dan pencegahan jenis kejahatan ini belum diatur dalam Undang-Undang lain. Padahal sangat penting bagi perlindungan hak asasi manusia, baik melalui penghukuman pelaku maupun perlindungan yang berbasis prinsip pencegahan terjadinya kekerasan seksual, serta pemulihan maupun pemenuhan hak-hak korban yang belum diatur dalam Undang-Undang lain,” ungkap Usman.”

Baik Nur Iman, Usman dan Budiman juga menampik pendapat segelintir kelompok yang menentang RUU TPKS ini. “Tidak ada pasal-pasal dalam RUU TPKS yang bisa dianggap pro perzinahan dan sebagainya. RUU ini secara khusus atau lex spesialis menangani kekerasan seksual dan fokus pada perlindungan korban, hukuman dan rehabilitasi pelaku supaya kekerasan tidak terjadi lagi. Korban sudah berjatuhan dan korbannya ini bisa siapa saja, lintas usia, kelas, etnis, agama, status sosial ekonomi dan lokasi. Karenanya RUU ini harus dikawal bersama sampai menjadi undang-undang,” katanya. Ia juga menyitir perspektif Hak Asasi Manusia yang memandang satu orang korban yang jatuh karena sebuah kasus kekerasan sudah lebih dari cukup. “Selebihnya hanya angka-angka. Toleransi kita harus nol untuk kasus-kasus kekerasan seksual,” Nur Iman menandaskan.

“Mereka yang menentang pasti kurang memahami esensi tindak pidana kekerasan seksual dan mengapa tidak adanya persetujuan dalam hubungan seksual itu merupakan kejahatan. Bahkan dalam pernikahan pun, hubungan seksual dengan paksaan itu jelas merupakan tindak kejahatan, yaitu perkosaan dalam hubungan pernikahan. Jika mereka pakai isu agama untuk menolak RUU ini, itu sangat keliru karena ajaran agama juga melarang kekerasan seksual. Hukum internasional juga melarang kekerasan seksual, bahkan jenis-jenis tertentu dari kekerasan seksual dapat dianggap sebagai pelanggaran berat HAM. Hukum pidana tentang zina dan kesusilaan yang diatur Undang-Undang lainnya sangat problematik dan harus diperbaiki. RUU ini adalah sebagian saja dari upaya perbaikan sistem perlindungan negara kepada kita semua, tanpa kecuali, termasuk anak cucu kita,” Usman menyatakan.

Senada dengan dua pendapat tersebut, Budiman pun menolak pendapat segelintir kelompok tersebut. “Jangan sampai kekolotan segelintir kelompok yang salah paham atau menyalahpahami RUU TPKS ini mempengaruhi pemikiran tentang urgensi untuk memberi ruang aman bagi kemanusiaan. Suara minor dari sedikit orang ini tak boleh malah menggagalkan ekspresi dan kebutuhan banyak orang,” tandasnya.

Continue Reading

Metro

Tirta sanjaya General Manager Onda Ikut Mempromosikan Produk di Pameran Indonesia Water dan Wastewater Expo dan Forum

Published

on

By

Jakarta – acara indonesia water di buka oleh Wapres -RI.KH Maa’ruf Amin ,Expo Forum ini membahas persoalan multilateral dalam menghadapin perubahan iklim dan pendanaan untuk meningkatkan ketahanan iklim dalam sektor air minum,

Tirta sanjaya general manager Onda ikut dalam pameran Indonesia Water dan Wastewater Expo dan Forum di hotel Bidakara jakarta 6-8 juni 2023.

Tirta sanjaya general manager Onda menjelaskan IWWEF EXPO Forum Untuk mempromosikan produk produk ONDA ,Water Meter Brass 1/2,ada juga water meter brass3/4&1,Gate Valve,dan Check valve.plug kran std.

Tirta sanjaya ajang expo forum ini menjadi muara bertemunya tiga komponen penentu pengembangan air minum ,BUMD ,dunia usaha dan pemerintah.

IWWEF yang di selenggarakan perpamsi dan didukung oleh kementerian dan lembaga bertujuan mendorong pembangunan sistem penyediaan air minum.

Continue Reading

Metro

On The Soft Opening New Tempo Doeloe Kelapa Gading

Published

on

By

Continue Reading

Metro

KESEDIHAN DI PUSAT IBUKOTA MENGETUK NURANI BANGSA

Published

on

By

Tim Advokasi Pembela Warga Kampung Tanah Merah, Pelumpang, Jakarta Utara telah menerima hampir 100 surat kuasa untuk memperjuangkan hak – hak dari warga korban kebakaran dan meledaknya Depo PT. Pertamina Patra Niaga Plumpang

Tim Advokasi Pembela Warga Kampung Tanah Merah, menagih keadilan dan kemanusiaan untuk warga tanah merah yang nyaris terabaikan, atas terjadinya kebakaran dan ledakan Depo PT. Pertamina Patra Niaga Plumpang Jakarta Utara, Jumat, 03 Maret 2023.

Persitiwa kebakaran dan ledakan yang berasal dari Depo PT. Pertamina Patra Niaga Plumpang merembet ke permukiman warga yang mengakibatkan banyak rumah dan bangunan terbakar, hingga memakan korban meninggal lebih dari 35 orang, yang terdiri dari anak-anak hingga orang dewasa, bahkan ada korban meninggal ibu dan anak yang ditemukan sedang saling berpelukan.

Selain korban meninggal, peristiwa kebakaran dan ledakan yang berasal dari Depo PT. Pertamina Patra Niaga Plumpang juga menyebabkan banyaknya korban luka dan cacat tetap, serta korban yang mengalami kerugian harta benda, kejadian ini mengakibatkan kerugian secara materiil maupun immateriil yang diderita oleh warga masyarakat tanah merah dan sekitarnya.

Sebagai sesama penegak hukum (sesuai UU Advokat no 18 tahun 2003), dengan hormat Kami meminta kepada Bapak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Bapak Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto, untuk segera mengusut tuntas dan transparan peristiwa kebakaran dan meledaknya Depo PT. Pertamina Patra Niaga Plumpang, yang diduga telah terjadi kelalaian sebagaimana yang disebutkan pada pasal 188, 359, dan 360 KUHP, mengingat sampai hari ini telah berjalan 3 bulan 4 hari sejak peristiwa tersebut terjadi.

Tim Advokasi Pembela Warga Kampung Tanah Merah, dengan hormat, memohon perhatian khusus dari Bapak Presiden Joko Widodo berkaitan dengan tanggung jawab dari PT. Pertamina Patra Niaga Plumpang dan PT. Pertamina (Persero), atas penyelesaian permasalahan korban meninggal dunia, luka-luka, cacat tetap, dan kehilangan harta benda, serta kerugian materiil dan imateriil yang belum tuntas terselesaikan sampai hari ini, sesuai harapan warga korban peristiwa kebakaran dan meledaknya Depo PT. Pertamina Patra Niaga Plumpang.

Tim Advokasi Pembela Warga Kampung Tanah Merah, dengan hormat, memohon perhatian khusus dari Menteri BUMN Bapak Erick Thohir, atas penyelesaian permasalahan korban meninggal dunia, luka-luka, cacat tetap, dan kehilangan harta benda, serta kerugian materiil dan imateriil yang belum tuntas terselesaikan sampai hari ini, sesuai harapan warga korban peristiwa kebakaran dan meledaknya Depo PT. Pertamina Patra Niaga Plumpang.

Tim Advokasi Pembela Warga Kampung Tanah Merah, dengan hormat, memohon perhatian khusus dari Direktur Utama PT. Pertamina (Persero) Ibu Nicke Widyawati, atas penyelesaian permasalahan korban meninggal dunia, luka-luka, cacat tetap, dan kehilangan harta benda, serta kerugian materiil dan imateriil yang belum tuntas terselesaikan sampai hari ini, sesuai harapan warga korban peristiwa kebakaran dan meledaknya Depo PT. Pertamina Patra Niaga Plumpang.

Kami meminta Pertanggungjawaban dari PT. Pertamina Patra Niaga, dan PT Pertamina (Persero) untuk dapat memulihkan seluruh kerugian korban peristiwa kebakaran dan meledaknya Depo PT. Pertamina Patra Niaga Plumpang, dengan sesegera mungkin, dalam waktu 30 hari kalender, sampai dengan tanggal 7 Juli 2023.

Apabila dalam kurun waktu tersebut Pertanggungjawaban dari PT. Pertamina Patra Niaga, dan PT Pertamina (Persero) tidak direalisasikan, maka kami akan melakukan langkah hukum, baik litigasi maupun non litigasi.

Continue Reading

Trending