Jakarta – Universitas Jayabaya menggelar Diskusi Simposium dengan tema “Kembali Ke UUD 1945 Dalam Rangka Memperingati Dekrit Presiden 5 Juli 1959” di Universitas Jayabaya Jakarta pada tanggal 15 Juli 2025.
Jenderal TNI (Purn). Agustadi Sasongko Purnomo (Kepala Staf TNI Angkatan Darat Periode 2007-2009), menyampaikan dalam simposium Kembali ke UUD 1945 dalam Rangka Memperingati Dekrit Presiden 5 Juli 1959′, “Dekrit ini diperingati karena ada arti penting kembali ke UUD 1945” paparnya.
Pertama ditulis kembali ke UUD 45 harusnya. Kaji ulang perubahan UUD 45 yang telah diamandemen empat kali jadi kembali mengkaji ulang UUD 2002.
Kemudian pelaksanaannya kaji ulang.
Kita sepakat bahwa bangsa Indonesia perlu segera melakukan refleksi menyeluruh terhadap arah ketatanegaraan dan menata ulang sistem yang dinilai telah melenceng dari akar konstitusionalnya.
Dekrit 5 Juli 1959 ini adalah memberlakukan kembali ke UUD 1945, kemudian sejarah munculnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, hingga sampai saat ini masih berlaku, karena belum dicabut. Jenderal TNI (Purn). Agustadi Sasongko Purnomo juga menjelaskan kepada hadirin mengenai isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sesuai dengan tema simposium. “Kita harus kembali ke UUD 1945,” tegasnya.
Rektor Universitas Jayabaya Prof. Dr. H. Fauzie Yusuf Hasibuan, S.H., M.Hum memberikan paparannya sebagai Keynote Speaker dalam Simposium “Kembali ke UUD 1945 dalam Rangka Memperingati Dekrit Presiden 5 Juli 1959”, menyampaikan, “Demokrasi yang dulu diperjuangkan dengan darah dan air mata, kini menghadapi krisis kepercayaan, krisis representasi, bahkan krisis arah. Demokrasi Indonesia pasca reformasi, alih-alih menjadi ruang emansipasi rakyat, justru sering menjadi panggung oligarki. Maka izinkan saya dalam orasi ini menyampaikan bahwa saatnya kita kembali ke akar, bukan ke masa lalu, tetapi ke nilai-nilai dasar yang hidup dan menghidupi bangsa ini, yaitu demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila bukan sekedar jargon politik. Ia adalah konstruksi yang hidup dalam sejarah budaya dan jati diri bangsa Indonesia, “
Perubahan UUD 1945 tidak dimaknai
Kalangan akademisi memiliki kewajiban untuk mengemukakan pendapat untuk melakukan sebuah koreksi. Oleh karena itu, salah satu topik yang menarik adalah bagaimana negara ini dikaitkan dengan perubahan UUD 1945. Dan pada akhirnya konsep berfikir yang tidak menguntungkan terhadap perubahan tersebut mengatakan bahwa harus kembali ke UUD 1945.
Secara teoritis perubahan terhadap UUD 1945 itu tidak dimaknai dengan referendum. Oleh karena itu, keinginan untuk kembali ke UUD 1945 dengan mengubah melalui hasil kajian-kajian sangat penting.
Jayabaya mempunyai inisiatif untuk mengundang pakar-pakar yang mau memberikan pengabdian yang terbaik terhadap konsep berpikir terhadap UUD 1945 yang diwujudkan dalam acara ini.
Jayabaya juga turut aktif dalam memperbaiki negara ini yang sesuai cita-cita Pancasila dan UUD 1945 secara murni.
Inti masalah yang harus diambil dalam pertemuan ini adalah bagaimana kita mengambil manfaat dari pembicaraan ini bahwa sesungguhnya cita-cita bangsa itu diwujudkan melalui konstitusi kita yaitu Pancasila sebagai inti dari peraturan-peraturan yang ada dibawahnya.
Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno menyampaikan arti pentingnya simposium di Universitas Jayabaya yang bertema ‘Kembali ke UUD 1945 dalam Rangka Memperingati Dekrit Presiden 5 Juli 1959 di Universitas Jayabaya’, ini dapat menjadi momentum untuk menggelorakan kembali semangat kembali ke UUD 1945.
Mereka sepakat bahwa bangsa Indonesia perlu segera melakukan refleksi menyeluruh terhadap arah ketatanegaraan dan menata ulang sistem yang dinilai telah melenceng dari akar konstitusionalnya.
Sementara Indonesia berhasil diterjang dengan revolusi senyap segelintir orang yang dibantu pihak asing sehingga perubahan UUD 1945 naskah asli menjadi UUD NRI 1945, atau kerap disebut UUD 2002 nyaris tanpa hambatan.
Amandmen empat kali sejak 1999 hingga 2002 itu bukan saja menambah norma-norma dasar, bahkan telah mengubah fondasinya. Perubahahan itu diduga mencapai 97%.
Dengan penggantian itu dapat dipahami simpulan kajian Komisi Konstitusi yang menyatakan, tidak dapat dipungkiri bahwa hasil perubahan UUD 1945 mengandung kontradiksi, baik secara teoritis konseptual maupun praktik ketatanegaraannya. Di samping itu terdapat inkonsistensi substansi baik yuridis maupun teoritis.
PRESIDIUM KONSTITUSI 1945
Dengan mempertimbangkan secara bijaksana dan menarik hikmah dari lima kali pemilu sejak 2004 hingga 2024, maka Presidium Konstitusi dalam keprihatinan dan kesadaran mendalam mengajak segenap elemen bangsa menyampaikan petisi sebagai berikut:
1. Mendesak dan menuntut MPR-RI untuk segera menggelar Sidang MPR-RI dengan agenda Tunggal, yakni mengembalikan sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa yang meliputi Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan sebagaimana Naskah Akademik terlampir
2. Mengembalikan Pancasila sebagai filosofi bangsa dan Norma Hukum Tertinggi sekaligus sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara serta menjadi sumber dari segala sumber hukum dalam perencanaan, pembuatan dan pelaksanaan Perundang-Undangan;
3. Melakukan amandemen terhadap UUD 1945 sebelum perubahan (1999-2002) dengan teknik adendum guna menyempurnakan dan mengukuhkan kedaulatan bangsa dan kemakmuran rakyat dengan mengacu kepada semangat kejuangan, nilai-nilai, cita-cita pendiri republik serta semangat dan tuntutan reformasi 1998, antara lain, pembatasan masa jabatan presiden dan penghapusan KKN. Usulan amandemen sesuai dengan Peta Jalan Kembali ke UUD 1945, (terlampir).
4. Melakukan pengisian Utusan Daerah dan Utusan Golongan sebagai bagian dari MPR-RI yang merupakan Lembaga Tertinggi Negara. Utusan-utusan tersebut berasal dari elemen-elemen bangsa sehingga merupakan penjelmaan kedaulatan rakyat yang utuh, serta membentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dalam waktu sesingkat-singkatnya sesuai dengan Naskah Akademik terlampir.
5. Menyempurnakan dan mengukuhkan Naskah Asli UUD1945 mutlak harus dilakukan, guna menyerap tuntutan reformasi, dan mengakomodasi lingkungan strategis yang terus berubah, sekaligus memastikan celah penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama, era Orde Baru, dan era Reformasi agar tidak terulang kembali.
Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan didorongkan oleh keinginan luhur, maka Petisi Presidium Konstitusi ini dibuat agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berkeTuhanan, merdeka, berdaulat serta bermartabat, adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945